NOT RESPONDING
Suatu ketika saya ingin bergegas menyelesaikan sebuah tugas dengan perangkat komputer yang ada di depan saya. Namun, kekecewaan dan kekesalan mendarat di jiwa, bahkan sempat mengomel dalam batin. Hari itu, komputer bekerja sangat lambat. Tambahan lagi, di layar monitor tertulis "not responding" dan peralatan seketika itu juga berhenti bekerja. Tidak dapat dipergunakan pada saatnya. Perangkat lunak dan keras ini sudah menguji kesabaran dan emosi saya.
Saya teringat akan kesabaran dan kasih Sang Khalik menghadapi ciptaanNya yang notabene sering lambat, tidak berespon, dan tidak mau bekerja. Manusia tidak sadar sikapnya yang sering acuh tak acuh dan kurang ajar di hadapan Sang Khalik yang Maha Kuasa.
Ya Sang Khalik, ampunilah kesalahan kami dan mohon tolong kami untuk berubah dari sikap hati yang tidak pantas di hadapanMu.
Suatu ketika saya ingin bergegas menyelesaikan sebuah tugas dengan perangkat komputer yang ada di depan saya. Namun, kekecewaan dan kekesalan mendarat di jiwa, bahkan sempat mengomel dalam batin. Hari itu, komputer bekerja sangat lambat. Tambahan lagi, di layar monitor tertulis "not responding" dan peralatan seketika itu juga berhenti bekerja. Tidak dapat dipergunakan pada saatnya. Perangkat lunak dan keras ini sudah menguji kesabaran dan emosi saya.
Saya teringat akan kesabaran dan kasih Sang Khalik menghadapi ciptaanNya yang notabene sering lambat, tidak berespon, dan tidak mau bekerja. Manusia tidak sadar sikapnya yang sering acuh tak acuh dan kurang ajar di hadapan Sang Khalik yang Maha Kuasa.
Ya Sang Khalik, ampunilah kesalahan kami dan mohon tolong kami untuk berubah dari sikap hati yang tidak pantas di hadapanMu.
CORRUPTED
Suatu hari saya dihubungi teman saya untuk membantu memperbaiki sebuah file kerjanya yang tiba-tiba tidak bisa dibuka karena "error". Saya pun mencoba segala cara dan kemampuan untuk menyelamatkan file "corrupt" tersebut, tetapi tidak berhasil. Teman saya pun sengat kecewa. Baginya file tersebut sangat berharga, tetapi kini telah "hilang".
Sambil bekerja saya merenung. Kita sebagai manusia juga telah berada dalam keadaan "error" dan "corrupt". Dengan caraNya, betapa Sang Khalik ingin memperbaiki dan menyelamatkan manusia yang di mataNya sangat berharga. Masalahnya, kita tidak sadar kalau diri telah rusak dan "terhilang".
Ya Sang Khalik yang Maha Kasih, tolonglah kami sadar untuk memperbaiki diri dengan pertolongan dan kekuatan yang dari padaMu.
Suatu hari saya dihubungi teman saya untuk membantu memperbaiki sebuah file kerjanya yang tiba-tiba tidak bisa dibuka karena "error". Saya pun mencoba segala cara dan kemampuan untuk menyelamatkan file "corrupt" tersebut, tetapi tidak berhasil. Teman saya pun sengat kecewa. Baginya file tersebut sangat berharga, tetapi kini telah "hilang".
Sambil bekerja saya merenung. Kita sebagai manusia juga telah berada dalam keadaan "error" dan "corrupt". Dengan caraNya, betapa Sang Khalik ingin memperbaiki dan menyelamatkan manusia yang di mataNya sangat berharga. Masalahnya, kita tidak sadar kalau diri telah rusak dan "terhilang".
Ya Sang Khalik yang Maha Kasih, tolonglah kami sadar untuk memperbaiki diri dengan pertolongan dan kekuatan yang dari padaMu.
MORAL OF THE STORY
Suatu saat saya sempat melihat film berjudul "Arctic". Mula-mula, saya menyangka ini film tentang perjuangan hidup (survival) dari seseorang yang terdampar di kutub utara. Memang benar, alur kisahnya tidak jauh seperti itu. Namun, ada yang mencuri perhatian saya. Moral of the story film ini membuat saya ingin mengikuti sampai akhir kisahnya.
Lantas saya berpikir, di dunia ini banyak orang yang perlu pertolongan dari orang lain. Namun sebenarnya, mereka juga adalah "penolong" bagi orang lain yang menolong tersebut. Itulah keinginan Sang Khalik bagi semua kaum manusia di bumi ini. Bergandeng tangan, sehati, dan saling menolong dalam kasih yang sejati.
Suatu saat saya sempat melihat film berjudul "Arctic". Mula-mula, saya menyangka ini film tentang perjuangan hidup (survival) dari seseorang yang terdampar di kutub utara. Memang benar, alur kisahnya tidak jauh seperti itu. Namun, ada yang mencuri perhatian saya. Moral of the story film ini membuat saya ingin mengikuti sampai akhir kisahnya.
Lantas saya berpikir, di dunia ini banyak orang yang perlu pertolongan dari orang lain. Namun sebenarnya, mereka juga adalah "penolong" bagi orang lain yang menolong tersebut. Itulah keinginan Sang Khalik bagi semua kaum manusia di bumi ini. Bergandeng tangan, sehati, dan saling menolong dalam kasih yang sejati.
REMAH BISKUIT
Suatu malam saya merasa lapar. Saya mengaduk secangkir susu coklat. Kebetulan ada biskuit yang sudah mau habis terletak di meja. Masih dalam kemasan, tetapi hanya tinggal 2 keping dan sisanya hanya remah-remah. Saya ambil kepingan biskuit tersebut dan dengan hati-hati mengeluarkan remah-remahnya dari kemasan untuk dituang ke dalam cangkir. Meskipun sudah perlahan-lahan, tetapi tiba-tiba gerakan tangan saya yang ceroboh menyebabkan remah-remah itu terpental dan berceceran mengenai pakaian. Rasa kesal pada diri sendiri menyelimuti hati. Ini baru hal yang sederhana, bagaimana dengan hal-hal lain yang lebih kompleks.
Terbersit dalam batin. Maksudnya mau begini, tapi tiba-tiba menjadi seperti yang tidak diharapkan. Manusia dalam kecerobohan, ketidaktahuan, ketidakmengertian, kebodohan, dan kesombongannya merencanakan sesuatu, tetapi hasilnya tidak seperti yang dibayangkan. Manusia makhluk yang rentan. Oleh karenanya, setiap saat harus melekat pada Sang Khalik. Di luar Sang Khalik, Sang Sumber Kehidupan, pasti binasa.
Suatu malam saya merasa lapar. Saya mengaduk secangkir susu coklat. Kebetulan ada biskuit yang sudah mau habis terletak di meja. Masih dalam kemasan, tetapi hanya tinggal 2 keping dan sisanya hanya remah-remah. Saya ambil kepingan biskuit tersebut dan dengan hati-hati mengeluarkan remah-remahnya dari kemasan untuk dituang ke dalam cangkir. Meskipun sudah perlahan-lahan, tetapi tiba-tiba gerakan tangan saya yang ceroboh menyebabkan remah-remah itu terpental dan berceceran mengenai pakaian. Rasa kesal pada diri sendiri menyelimuti hati. Ini baru hal yang sederhana, bagaimana dengan hal-hal lain yang lebih kompleks.
Terbersit dalam batin. Maksudnya mau begini, tapi tiba-tiba menjadi seperti yang tidak diharapkan. Manusia dalam kecerobohan, ketidaktahuan, ketidakmengertian, kebodohan, dan kesombongannya merencanakan sesuatu, tetapi hasilnya tidak seperti yang dibayangkan. Manusia makhluk yang rentan. Oleh karenanya, setiap saat harus melekat pada Sang Khalik. Di luar Sang Khalik, Sang Sumber Kehidupan, pasti binasa.
KLAKSON
Suatu sore sepulang dari hari yang melelahkan, saya mendapati jalan menuju rumah terhalangi oleh 2 kendaraan yang diparkir berseberangan dan berdekatan. Tentu saja saya tidak dapat lewat. Langsung saja saya membunyikan klakson panjang tanda marah karena merasa terganggu. Dengan perasaan berhak marah dan kesal, saya terus membunyikan klakson. Sampai akhirnya ada orang keluar dari dalam rumah dan memindahkan kendaraannya. Tak terdengar kata maaf karena saya sudah buru-buru beranjak dari lokasi tersebut. Setelah sampai rumah, saya sama sekali tidak menyesal sudah berbuat hal yang oleh sebagian orang juga sering dilakukan tersebut. Merasa paling benar dan berhak marah.
Itu kejadian masa muda yang penuh emosi. Sok aksi dan sok jago padahal belum lama mengemudikan kendaraan. Sampai suatu waktu, ketika usia bertambah saya menyadari kebodohan saya itu setelah saya banyak mengalami hal serupa di jalan raya. Kini giliran saya yang diberi klakson panjang bertubi-tubi bercampur kata-kata makian yang tidak beretika. Klakson bukan lagi menjadi tanda peringatan bahaya, tetapi telah beralih fungsi menjadi senjata untuk "menghakimi" sesamanya jika kepentingan dan kenyamanan mereka terganggu.
Ya Sang Khalik, kiranya pelajaran-pelajaran hidup membuat kami mengoreksi diri, rela dibentuk, makin berhati-hati, sabar, dan bersikap bijaksana, bukan sebaliknya.
Suatu sore sepulang dari hari yang melelahkan, saya mendapati jalan menuju rumah terhalangi oleh 2 kendaraan yang diparkir berseberangan dan berdekatan. Tentu saja saya tidak dapat lewat. Langsung saja saya membunyikan klakson panjang tanda marah karena merasa terganggu. Dengan perasaan berhak marah dan kesal, saya terus membunyikan klakson. Sampai akhirnya ada orang keluar dari dalam rumah dan memindahkan kendaraannya. Tak terdengar kata maaf karena saya sudah buru-buru beranjak dari lokasi tersebut. Setelah sampai rumah, saya sama sekali tidak menyesal sudah berbuat hal yang oleh sebagian orang juga sering dilakukan tersebut. Merasa paling benar dan berhak marah.
Itu kejadian masa muda yang penuh emosi. Sok aksi dan sok jago padahal belum lama mengemudikan kendaraan. Sampai suatu waktu, ketika usia bertambah saya menyadari kebodohan saya itu setelah saya banyak mengalami hal serupa di jalan raya. Kini giliran saya yang diberi klakson panjang bertubi-tubi bercampur kata-kata makian yang tidak beretika. Klakson bukan lagi menjadi tanda peringatan bahaya, tetapi telah beralih fungsi menjadi senjata untuk "menghakimi" sesamanya jika kepentingan dan kenyamanan mereka terganggu.
Ya Sang Khalik, kiranya pelajaran-pelajaran hidup membuat kami mengoreksi diri, rela dibentuk, makin berhati-hati, sabar, dan bersikap bijaksana, bukan sebaliknya.
KEADAAN
Dahulu saya mempunyai pandangan bahwa orang yang berkekurangan secara materi akhlaknya lebih baik secara umum daripada orang-orang yang berlimpah secara materi. Sampai suatu waktu saya diijinkan mengalami kutub-kutub ekstrim dalam kehidupan. Pada saat segala sesuatunya "berkekurangan", sikap negatif malah bisa muncul dalam bentuk iri hati dan mengasihani diri. Fokus hidup pun dapat berubah kepada diri sendiri saja. Ini bisa lebih buruk daripada sikap murah hati seseorang yang selalu rela untuk memberi dalam keadaan "berlebih".
Kuncinya adalah sikap hati yang berserah pada Sang Khalik apapun keadaannya agar oleh keadaan tersebut Sang Khalik dapat mengarahkan seseorang kepada karakter yang lebih mulia.
Dahulu saya mempunyai pandangan bahwa orang yang berkekurangan secara materi akhlaknya lebih baik secara umum daripada orang-orang yang berlimpah secara materi. Sampai suatu waktu saya diijinkan mengalami kutub-kutub ekstrim dalam kehidupan. Pada saat segala sesuatunya "berkekurangan", sikap negatif malah bisa muncul dalam bentuk iri hati dan mengasihani diri. Fokus hidup pun dapat berubah kepada diri sendiri saja. Ini bisa lebih buruk daripada sikap murah hati seseorang yang selalu rela untuk memberi dalam keadaan "berlebih".
Kuncinya adalah sikap hati yang berserah pada Sang Khalik apapun keadaannya agar oleh keadaan tersebut Sang Khalik dapat mengarahkan seseorang kepada karakter yang lebih mulia.
MONSTER CILIK
Suatu hari saya teringat akan masa kecil ketika duduk di bangku sekolah. Umur baru kira-kira 5-6 tahun. Namun, sampai sekarang ingatan itu kadang-kadang muncul kembali dan memberi suatu peringatan. Waktu itu saya melontarkan kata-kata ejekan pada seorang teman saya karena namanya sama dengan nama seorang tokoh di buku cerita anak-anak. Teman yang saya ejek tadi pun marah. Lalu sikap saya malah membencinya dan menghasut teman-teman lain untuk ikut membenci dan menjauhinya. Ada teman saya lainnya yang melaporkan pada guru kalau saya dan teman saya itu sedang "musuhan". Ketika kelas dimulai, guru menegur saya dan memanggil kami berdua untuk "berbaikan". Dengan terpaksa saya bersalaman. Seingat saya, saya masih menyimpan kebencian tersebut beberapa waktu lamanya.
Setelah tua saya berpikir, sifat kanak-kanak yang oleh kalangan umum dianggap wajar tadi sebenarnya bibit buruk yang dapat melekat seumur hidup jika tidak bertobat pada Sang Khalik. Sifat jelek dan salah tidak mudah dihapus tanpa perjuangan batin. Tentunya harus dibantu dengan pertolongan Sang Khalik. Jika tidak, monster cilik akan berubah menjadi monster sungguhan yang lebih kejam dan licik.
Saya tertawa sendiri dalam batin mengingat kejadian itu sambil terus mengoreksi diri apakah hasrat penghasut itu masih melekat. Herannya mengapa saya masih ingat peristiwa itu padahal sudah lama sekali. Jawabannya karena ada TEGURAN dari guru. Jadi, jika Sang Khalik yang adalah Mahaguru MENEGUR kita lewat sebuah peristiwa, baiklah kita cepat-cepat bertobat sebelum teguran yang lebih keras diberikan, bahkan hukuman dijatuhkan.
Suatu hari saya teringat akan masa kecil ketika duduk di bangku sekolah. Umur baru kira-kira 5-6 tahun. Namun, sampai sekarang ingatan itu kadang-kadang muncul kembali dan memberi suatu peringatan. Waktu itu saya melontarkan kata-kata ejekan pada seorang teman saya karena namanya sama dengan nama seorang tokoh di buku cerita anak-anak. Teman yang saya ejek tadi pun marah. Lalu sikap saya malah membencinya dan menghasut teman-teman lain untuk ikut membenci dan menjauhinya. Ada teman saya lainnya yang melaporkan pada guru kalau saya dan teman saya itu sedang "musuhan". Ketika kelas dimulai, guru menegur saya dan memanggil kami berdua untuk "berbaikan". Dengan terpaksa saya bersalaman. Seingat saya, saya masih menyimpan kebencian tersebut beberapa waktu lamanya.
Setelah tua saya berpikir, sifat kanak-kanak yang oleh kalangan umum dianggap wajar tadi sebenarnya bibit buruk yang dapat melekat seumur hidup jika tidak bertobat pada Sang Khalik. Sifat jelek dan salah tidak mudah dihapus tanpa perjuangan batin. Tentunya harus dibantu dengan pertolongan Sang Khalik. Jika tidak, monster cilik akan berubah menjadi monster sungguhan yang lebih kejam dan licik.
Saya tertawa sendiri dalam batin mengingat kejadian itu sambil terus mengoreksi diri apakah hasrat penghasut itu masih melekat. Herannya mengapa saya masih ingat peristiwa itu padahal sudah lama sekali. Jawabannya karena ada TEGURAN dari guru. Jadi, jika Sang Khalik yang adalah Mahaguru MENEGUR kita lewat sebuah peristiwa, baiklah kita cepat-cepat bertobat sebelum teguran yang lebih keras diberikan, bahkan hukuman dijatuhkan.
KUTU BERAS
Suatu pagi saya hendak memasak nasi. Ketika membuka tutup tempat beras, alangkah terkejutnya karena saya melihat ada beberapa kutu beras berjalan ke sana kemari. Saya menggoyang-goyang tempat beras tersebut, ternyata dalam sekejap puluhan kutu muncul ke permukaan. Mereka sulit dideteksi karena ukuran kutu itu sebesar beras dan mudah menyelinap masuk ke dalam tumpukan beras. Muncul lagi dan lagi.
Demikian juga dosa dalam hati manusia seperti kutu menyelinap masuk, sulit dideteksi, dan akan semakin banyak apabila tidak dibersihkan di hadapan Sang Khalik. Keadaan batiniah kita harus setiap waktu diperiksa sebab jika tidak akan digerogoti sampai "kosong".
Suatu pagi saya hendak memasak nasi. Ketika membuka tutup tempat beras, alangkah terkejutnya karena saya melihat ada beberapa kutu beras berjalan ke sana kemari. Saya menggoyang-goyang tempat beras tersebut, ternyata dalam sekejap puluhan kutu muncul ke permukaan. Mereka sulit dideteksi karena ukuran kutu itu sebesar beras dan mudah menyelinap masuk ke dalam tumpukan beras. Muncul lagi dan lagi.
Demikian juga dosa dalam hati manusia seperti kutu menyelinap masuk, sulit dideteksi, dan akan semakin banyak apabila tidak dibersihkan di hadapan Sang Khalik. Keadaan batiniah kita harus setiap waktu diperiksa sebab jika tidak akan digerogoti sampai "kosong".
PENGANGKUT SAMPAH
Sayup-sayup suara dari masa lalu ketika saya masih kanak-kanak berbicara seperti ini, "Sekolah yang rajin, jangan malas. Kalau malas nanti jadi tukang sampah, lho." Sepintas lalu nasihat itu ada benarnya. Namun, ada kisah di balik kalimat tersebut yang tidak sepenuhnya benar.
Suatu pagi saya melihat sampah di depan rumah tidak diangkut oleh petugas pengangkut sampah. Saya tunggu sampai keesokan harinya dan tetap tidak diangkut. Tentulah hati mulai resah. Selidik punya selidik ternyata petugas kebersihannya sedang sakit. Baru sadar diri, ternyata petugas pengangkut sampah sangat berarti. Pekerjaan yang nampaknya tidak dipandang oleh masyarakat justru sangat penting. Kini tiap kali petugas kebersihan datang, hati merasa bersyukur dan beban menjadi ringan.
Terima kasih para petugas pengangkut sampah. Peran pelayananmu besar di hadapan Sang Khalik.
Sayup-sayup suara dari masa lalu ketika saya masih kanak-kanak berbicara seperti ini, "Sekolah yang rajin, jangan malas. Kalau malas nanti jadi tukang sampah, lho." Sepintas lalu nasihat itu ada benarnya. Namun, ada kisah di balik kalimat tersebut yang tidak sepenuhnya benar.
Suatu pagi saya melihat sampah di depan rumah tidak diangkut oleh petugas pengangkut sampah. Saya tunggu sampai keesokan harinya dan tetap tidak diangkut. Tentulah hati mulai resah. Selidik punya selidik ternyata petugas kebersihannya sedang sakit. Baru sadar diri, ternyata petugas pengangkut sampah sangat berarti. Pekerjaan yang nampaknya tidak dipandang oleh masyarakat justru sangat penting. Kini tiap kali petugas kebersihan datang, hati merasa bersyukur dan beban menjadi ringan.
Terima kasih para petugas pengangkut sampah. Peran pelayananmu besar di hadapan Sang Khalik.
MEMBERI
Dulu, waktu masih mempunyai penghasilan yang memadai untuk keperluan sehari-hari, memberi sedekah atau donasi masih dapat dilakukan dengan rela hati. Namun, di saat segalanya sedang menipis, tiba-tiba hal memberi menjadi tidak mudah. Ada pergumulan karena harus melepaskan hak. Di saat seperti ini kerelaan seolah-olah hilang lenyap. Muka menjadi muram karena terpaksa.
Lalu, saya sejenak berpikir apa yang menjadi penyebab utamanya. Mengapa hal ini menjadi sukar sampai menjadi ganjalan. Dalam terang Sang Khalik saya berangsur-angsur mengerti bahwa saya masih terikat dengan spirit dunia. Pendek kata, masih cinta uang. Memang tidak dapat dipungkiri. Namun, melepaskan hak apalagi untuk hal yang kita sendiri butuhkan adalah sesuatu yang tidak otomatis diperoleh, tetapi harus diperjuangkan dan terus belajar dilakukan bagi sesama di hadapan Sang Khalik. Maka saya percaya, Sang Khalik pun akan memberi kekuatan agar kita dapat melakukannya dengan rela dan bersyukur.
Dulu, waktu masih mempunyai penghasilan yang memadai untuk keperluan sehari-hari, memberi sedekah atau donasi masih dapat dilakukan dengan rela hati. Namun, di saat segalanya sedang menipis, tiba-tiba hal memberi menjadi tidak mudah. Ada pergumulan karena harus melepaskan hak. Di saat seperti ini kerelaan seolah-olah hilang lenyap. Muka menjadi muram karena terpaksa.
Lalu, saya sejenak berpikir apa yang menjadi penyebab utamanya. Mengapa hal ini menjadi sukar sampai menjadi ganjalan. Dalam terang Sang Khalik saya berangsur-angsur mengerti bahwa saya masih terikat dengan spirit dunia. Pendek kata, masih cinta uang. Memang tidak dapat dipungkiri. Namun, melepaskan hak apalagi untuk hal yang kita sendiri butuhkan adalah sesuatu yang tidak otomatis diperoleh, tetapi harus diperjuangkan dan terus belajar dilakukan bagi sesama di hadapan Sang Khalik. Maka saya percaya, Sang Khalik pun akan memberi kekuatan agar kita dapat melakukannya dengan rela dan bersyukur.
ES TUNG-TUNG
Teringat semasa duduk di bangku sekolah dasar dahulu. Setelah lonceng pelajaran terakhir berbunyi, semua murid siap bergegas untuk pulang. Sebagian ada yang jajan makanan kecil dan minuman. Di pikiran saya sudah berencana untuk membeli es tung-tung. Benar saja, penjual es tung-tung dan gerobaknya sudah berdiri dekat pintu gerbang sekolah. Menanti anak-anak berwajah ceria untuk membelinya. Siang yang panas, es tung-tung yang segar. Sedap terasa di tenggorokan. Tidak terpikir perut kosong belum diisi lauk-pauk. Tidak terpikir kesehatan tubuh sama sekali. Yang penting enak.
Pedagang es tung-tung kini sudah tidak ada, diganti namanya menjadi es putar. Syukurlah, cita rasa masa kecil itu tidak hilang. Namun, keseruan menikmati es tersebut tidak lagi melekat seperti dulu. Yang dulu terasa sangat "membahagiakan", sekarang tidak lagi. Semua berubah. Sama halnya dengan hidup ini. Satu per satu harus kita tinggalkan, semuanya, segalanya, sampai kembali kepada Sang Khalik.
Teringat semasa duduk di bangku sekolah dasar dahulu. Setelah lonceng pelajaran terakhir berbunyi, semua murid siap bergegas untuk pulang. Sebagian ada yang jajan makanan kecil dan minuman. Di pikiran saya sudah berencana untuk membeli es tung-tung. Benar saja, penjual es tung-tung dan gerobaknya sudah berdiri dekat pintu gerbang sekolah. Menanti anak-anak berwajah ceria untuk membelinya. Siang yang panas, es tung-tung yang segar. Sedap terasa di tenggorokan. Tidak terpikir perut kosong belum diisi lauk-pauk. Tidak terpikir kesehatan tubuh sama sekali. Yang penting enak.
Pedagang es tung-tung kini sudah tidak ada, diganti namanya menjadi es putar. Syukurlah, cita rasa masa kecil itu tidak hilang. Namun, keseruan menikmati es tersebut tidak lagi melekat seperti dulu. Yang dulu terasa sangat "membahagiakan", sekarang tidak lagi. Semua berubah. Sama halnya dengan hidup ini. Satu per satu harus kita tinggalkan, semuanya, segalanya, sampai kembali kepada Sang Khalik.
BIS TINGKAT
Jaman sekolah dulu, saya sering pulang naik bis tingkat. Transportasi umum yang satu ini memang tidak terlepas dari copet dan todong, khususnya di daerah tangga dan dekat tiang pintu keluar saat berdesak-desakan. Pengalaman pertama naik bis tingkat, dompet sempat "diambil" dari saku dan dibuang keluar oleh pencopet. Namun, sepertinya saya tidak pernah kapok-kapok menghadapi mereka. Bahkan saya sengaja menyediakan uang khusus di saku baju jika ada yang "memintanya". Sejak saat itu, dalam hati kecil selalu timbul kewaspadaan jika hendak turun dari bis atau harus menunggu lama di halte.
Sekarang tidak ada lagi bis tingkat, diganti dengan busway. Dalam benak saya, kekuatiran yang sama masih melekat tatkala menggunakan transportasi yang satu ini. Mungkin bagi sebagian orang yang belum pernah mengalami kecopetan atau todong tidak bisa memahami perasaan was-was yang selalu timbul. Tempat di mana kita tinggal sekarang ini tidak aman dan nyaman. Kejahatan di mana-mana. Manusia pada dasarnya cenderung untuk mengambil dan mengeduk milik sesamanya dengan berbagai cara dan alasan. Betapa sedikit yang memberi dirinya bagi orang lain. Suatu sikap yang seharusnya dilakukan di hadapan Sang Khalik.
Jaman sekolah dulu, saya sering pulang naik bis tingkat. Transportasi umum yang satu ini memang tidak terlepas dari copet dan todong, khususnya di daerah tangga dan dekat tiang pintu keluar saat berdesak-desakan. Pengalaman pertama naik bis tingkat, dompet sempat "diambil" dari saku dan dibuang keluar oleh pencopet. Namun, sepertinya saya tidak pernah kapok-kapok menghadapi mereka. Bahkan saya sengaja menyediakan uang khusus di saku baju jika ada yang "memintanya". Sejak saat itu, dalam hati kecil selalu timbul kewaspadaan jika hendak turun dari bis atau harus menunggu lama di halte.
Sekarang tidak ada lagi bis tingkat, diganti dengan busway. Dalam benak saya, kekuatiran yang sama masih melekat tatkala menggunakan transportasi yang satu ini. Mungkin bagi sebagian orang yang belum pernah mengalami kecopetan atau todong tidak bisa memahami perasaan was-was yang selalu timbul. Tempat di mana kita tinggal sekarang ini tidak aman dan nyaman. Kejahatan di mana-mana. Manusia pada dasarnya cenderung untuk mengambil dan mengeduk milik sesamanya dengan berbagai cara dan alasan. Betapa sedikit yang memberi dirinya bagi orang lain. Suatu sikap yang seharusnya dilakukan di hadapan Sang Khalik.
PURA-PURA
Banyak hal dalam hidup ini kita lakukan dalam kepalsuan dan kepura-puraan, baik disadari atau terselubung. Pura-pura memperhatikan, padahal kesal. Pura-pura ramah, padahal marah. Senyum palsu, padahal tidak suka. Keramah-tamahan yang dibuat-buat dan berlebihan. Menambah atau mengelaborasi suatu cerita agar terlihat citra diri di hadapan orang lain. Pura-pura tidak tahu, pura-pura bodoh, dan banyak lagi trick-trick yang kita lakukan di hidup ini. Bahkan, suatu perbuatan yang kita anggap baik sekalipun, kalau mau jujur masih dilakukan karena mengharapkan pahala dari Sang Khalik, baik sekarang atau akan datang.
Pernahkah melihat film di TV atau di Youtube yang kadang-kadang menampilkan seorang tokoh kaya yang pada awalnya pura-pura menjadi miskin, lemah, dan tertindas? Namun, pada akhirnya dia akan menampilkan jati dirinya di hadapan para orang yang pernah merendahkannya. Inikah suatu bentuk kesombongan terselubung yang dibalut dengan pembalasan dendam?
Bagaimana bisa melepaskan diri dari penipuan diri ini? Berdoalah senantiasa pada Sang Khalik agar diberikan kekuatan untuk menjalani hidup ini dengan integritas.
Banyak hal dalam hidup ini kita lakukan dalam kepalsuan dan kepura-puraan, baik disadari atau terselubung. Pura-pura memperhatikan, padahal kesal. Pura-pura ramah, padahal marah. Senyum palsu, padahal tidak suka. Keramah-tamahan yang dibuat-buat dan berlebihan. Menambah atau mengelaborasi suatu cerita agar terlihat citra diri di hadapan orang lain. Pura-pura tidak tahu, pura-pura bodoh, dan banyak lagi trick-trick yang kita lakukan di hidup ini. Bahkan, suatu perbuatan yang kita anggap baik sekalipun, kalau mau jujur masih dilakukan karena mengharapkan pahala dari Sang Khalik, baik sekarang atau akan datang.
Pernahkah melihat film di TV atau di Youtube yang kadang-kadang menampilkan seorang tokoh kaya yang pada awalnya pura-pura menjadi miskin, lemah, dan tertindas? Namun, pada akhirnya dia akan menampilkan jati dirinya di hadapan para orang yang pernah merendahkannya. Inikah suatu bentuk kesombongan terselubung yang dibalut dengan pembalasan dendam?
Bagaimana bisa melepaskan diri dari penipuan diri ini? Berdoalah senantiasa pada Sang Khalik agar diberikan kekuatan untuk menjalani hidup ini dengan integritas.
CONTENT TERSELUBUNG
Melihat betapa banyaknya content terselubung dari film dan lagu yang beredar saat ini membuat saya prihatin. Bahkan untuk film-film animasi yang terlihat baik untuk anak-anak dan remaja pun sudah disusupi. Secara positif, ada pesan moralnya yang memberikan semangat, motivasi, dan perjuangan hidup. Namun, di balik itu semua ada gairah atau spirit lain yang fokusnya adalah aktualisasi diri, baik disadari atau tidak. Mengandalkan potensi dan kekuatan diri sendiri yang "terpendam" untuk mencapai suatu tujuan. Pada akhirnya, jika tujuan itu tercapai tidak lain itu adalah sebuah prestasi yang membanggakan menurut kacamata umum, tetapi sebenarnya itu adalah bentuk kesombongan terselubung, suatu bentuk eksistensialisme. Hanya nurani yang diterangi oleh Sang Khalik yang bisa menilainya dengan jujur. Generasi milenial sedang digiring ke arah ini. Waspada dan berhati-hatilah.
Jadi, sikap apa sebaiknya yang harus diambil? Selalu bersandar pada pikiran dan perasaan Sang Khalik sebagai kriteria dasar segala perkataan dan perbuatan. Dari situ kita akan sadar apakah yang kita lakukan atau ucapkan ini sudah sesuai dengan kehendak Sang Khalik.
Melihat betapa banyaknya content terselubung dari film dan lagu yang beredar saat ini membuat saya prihatin. Bahkan untuk film-film animasi yang terlihat baik untuk anak-anak dan remaja pun sudah disusupi. Secara positif, ada pesan moralnya yang memberikan semangat, motivasi, dan perjuangan hidup. Namun, di balik itu semua ada gairah atau spirit lain yang fokusnya adalah aktualisasi diri, baik disadari atau tidak. Mengandalkan potensi dan kekuatan diri sendiri yang "terpendam" untuk mencapai suatu tujuan. Pada akhirnya, jika tujuan itu tercapai tidak lain itu adalah sebuah prestasi yang membanggakan menurut kacamata umum, tetapi sebenarnya itu adalah bentuk kesombongan terselubung, suatu bentuk eksistensialisme. Hanya nurani yang diterangi oleh Sang Khalik yang bisa menilainya dengan jujur. Generasi milenial sedang digiring ke arah ini. Waspada dan berhati-hatilah.
Jadi, sikap apa sebaiknya yang harus diambil? Selalu bersandar pada pikiran dan perasaan Sang Khalik sebagai kriteria dasar segala perkataan dan perbuatan. Dari situ kita akan sadar apakah yang kita lakukan atau ucapkan ini sudah sesuai dengan kehendak Sang Khalik.
DISUNDUL
Suatu malam ketika hampir melintasi sebuah U-turn yang padat, iringan kendaraan di depan saya menjadi tersendat lama. Dalam hati saya sudah merasa kesal kepada "petugas U-turn" karena terlalu banyak memberhentikan kendaraan yang hendak lurus. Sekarang tiba giliran saya yang diberhentikan oleh sang petugas. Karena merasa agak lama dan kesal, maka saya pun maju sedikit supaya si petugas yang berdiri memblokir bisa segera memberi jalan. Tiba-tiba terdengar "duukkk", ada sundulan dari kendaraan belakang.
Setelah peristiwa itu dan sambil melanjutkan perjalanan, saya merenung sejenak. Pasti karena saya memberikan perilaku mengemudi yang salah sehingga orang lain salah membaca. Betapa sering gaya atau perilaku kita membuat orang lain salah mengartikan. Jadi, masalahnya ada dalam diri saya sendiri. Dalam kejadian tersebut, nampak jelas sikap hati saya yang sudah diawali dengan kekesalan dan membuahkan perbuatan yang akhirnya lebih merugikan diri sendiri.
Tolong kami, ya Sang Khalik untuk peka membaca setiap peristiwa yang Kau ijinkan terjadi di mana Engkau berbicara dan mengajar sesuatu untuk kebaikan kami.
Suatu malam ketika hampir melintasi sebuah U-turn yang padat, iringan kendaraan di depan saya menjadi tersendat lama. Dalam hati saya sudah merasa kesal kepada "petugas U-turn" karena terlalu banyak memberhentikan kendaraan yang hendak lurus. Sekarang tiba giliran saya yang diberhentikan oleh sang petugas. Karena merasa agak lama dan kesal, maka saya pun maju sedikit supaya si petugas yang berdiri memblokir bisa segera memberi jalan. Tiba-tiba terdengar "duukkk", ada sundulan dari kendaraan belakang.
Setelah peristiwa itu dan sambil melanjutkan perjalanan, saya merenung sejenak. Pasti karena saya memberikan perilaku mengemudi yang salah sehingga orang lain salah membaca. Betapa sering gaya atau perilaku kita membuat orang lain salah mengartikan. Jadi, masalahnya ada dalam diri saya sendiri. Dalam kejadian tersebut, nampak jelas sikap hati saya yang sudah diawali dengan kekesalan dan membuahkan perbuatan yang akhirnya lebih merugikan diri sendiri.
Tolong kami, ya Sang Khalik untuk peka membaca setiap peristiwa yang Kau ijinkan terjadi di mana Engkau berbicara dan mengajar sesuatu untuk kebaikan kami.
KERAK
Suatu hari ketika sedang membersihkan panci di dapur, ternyata ada kerak di dasar panci yang sukar dibersihkan hanya dengan spon busa biasa. Lalu, saya mengambil spon besi untuk membersihkannya dengan perlahan. Namun, kerak masih saja ada yang tersisa. Diperlukan sedikit tenaga ekstra untuk menggosoknya.
Demikian juga dengan dosa dalam hidup kita. Semakin kuat dosa menempel dalam hati, semakin sulit untuk dibersihkan. Namun, Sang Khalik yang Maha Cerdas memakai berbagai peristiwa hidup untuk "menggosokbersihkan" dosa yang masih menempel dalam hati dan terkadang sangat "menyakitkan" karena besarnya tekanan yang ada. Di balik semuanya itu, tindakan Sang Khalik hanya bertujuan untuk kebaikan manusia itu sendiri dan sama sekali bukan untuk mencelakainya.
Suatu hari ketika sedang membersihkan panci di dapur, ternyata ada kerak di dasar panci yang sukar dibersihkan hanya dengan spon busa biasa. Lalu, saya mengambil spon besi untuk membersihkannya dengan perlahan. Namun, kerak masih saja ada yang tersisa. Diperlukan sedikit tenaga ekstra untuk menggosoknya.
Demikian juga dengan dosa dalam hidup kita. Semakin kuat dosa menempel dalam hati, semakin sulit untuk dibersihkan. Namun, Sang Khalik yang Maha Cerdas memakai berbagai peristiwa hidup untuk "menggosokbersihkan" dosa yang masih menempel dalam hati dan terkadang sangat "menyakitkan" karena besarnya tekanan yang ada. Di balik semuanya itu, tindakan Sang Khalik hanya bertujuan untuk kebaikan manusia itu sendiri dan sama sekali bukan untuk mencelakainya.
OLDIES
Pernahkan mendengarkan kembali lagu-lagu lama yang membawa kenangan masa muda yang penuh "bahagia"? Atau menonton kembali film-film jaman dulu pada saat kita masih anak-anak dan remaja? Pasti ada sensasi tersendiri di dalamnya. Ya, kita semua mendambakan kehidupan yang bahagia abadi. Itulah sebabnya semua orang mengharapkan dapat meraihnya dalam hidup sekarang ini dengan berbagai cara dan upaya. Namun, cerita indah tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang dialami. Dosa telah merusak segala-galanya dan kita terikat di dalamnya. Dunia pun mengalami degradasi fisik dan moral.
Itulah sebabnya Sang Khalik sajalah yang dapat membebaskan kita dari dosa yang membelenggu hidup pada kematian. Di dalam Dialah kita mengharapkan keselamatan jiwa dan meletakkan dasar pengharapan akan kehidupan kekal bersamaNya di langit dan bumi yang baru di mana tidak ada lagi dukacita kematian.
Pernahkan mendengarkan kembali lagu-lagu lama yang membawa kenangan masa muda yang penuh "bahagia"? Atau menonton kembali film-film jaman dulu pada saat kita masih anak-anak dan remaja? Pasti ada sensasi tersendiri di dalamnya. Ya, kita semua mendambakan kehidupan yang bahagia abadi. Itulah sebabnya semua orang mengharapkan dapat meraihnya dalam hidup sekarang ini dengan berbagai cara dan upaya. Namun, cerita indah tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang dialami. Dosa telah merusak segala-galanya dan kita terikat di dalamnya. Dunia pun mengalami degradasi fisik dan moral.
Itulah sebabnya Sang Khalik sajalah yang dapat membebaskan kita dari dosa yang membelenggu hidup pada kematian. Di dalam Dialah kita mengharapkan keselamatan jiwa dan meletakkan dasar pengharapan akan kehidupan kekal bersamaNya di langit dan bumi yang baru di mana tidak ada lagi dukacita kematian.
SALAH LAFAL
Suatu pagi saya mendengarkan sebuah lagu instrumental yang iramanya cukup membuat semangat jiwa. Saya jadi ingin mengetahui judul lagunya apa. Setelah mendapatkannya, saya membacanya dalam hati. Di akhir judul lagu itu terdapat kata dalam kurung "reprise" yang berarti pengulangan dari sebuah lagu yang sudah diputar sebelumnya. Dalam benak, kata itu sudah sering saya lafalkan dengan lafal "ri praiz". Namun, entah kenapa pagi itu saya membuka mesin penerjemah kata di internet dan mengecek lafal yang akan dibunyikan olehnya. Betapa kagetnya saya, bahwa kata itu seharusnya dilafalkan "re priz". Jadi, selama ini saya sudah meyimpan sesuatu yang salah, tanpa disadari.
Dalam hidup ini, banyak hal yang kita lakukan dan ucapkan seolah sudah nampak benar dari sudut pandang diri sendiri. Namun, belum tentu benar dari sudut pandang Sang Khalik. Oleh karenanya, kita harus selalu menjadikan hati Sang Khalik sebagai satu-satunya standar acuan dalam hidup. Bekerja dengan hati sendiri itu baik, tetapi bekerja dengan berlandaskan pada hati Sang Khalik itulah yang harus dilakukan dalam setiap aspek kehidupan.
Suatu pagi saya mendengarkan sebuah lagu instrumental yang iramanya cukup membuat semangat jiwa. Saya jadi ingin mengetahui judul lagunya apa. Setelah mendapatkannya, saya membacanya dalam hati. Di akhir judul lagu itu terdapat kata dalam kurung "reprise" yang berarti pengulangan dari sebuah lagu yang sudah diputar sebelumnya. Dalam benak, kata itu sudah sering saya lafalkan dengan lafal "ri praiz". Namun, entah kenapa pagi itu saya membuka mesin penerjemah kata di internet dan mengecek lafal yang akan dibunyikan olehnya. Betapa kagetnya saya, bahwa kata itu seharusnya dilafalkan "re priz". Jadi, selama ini saya sudah meyimpan sesuatu yang salah, tanpa disadari.
Dalam hidup ini, banyak hal yang kita lakukan dan ucapkan seolah sudah nampak benar dari sudut pandang diri sendiri. Namun, belum tentu benar dari sudut pandang Sang Khalik. Oleh karenanya, kita harus selalu menjadikan hati Sang Khalik sebagai satu-satunya standar acuan dalam hidup. Bekerja dengan hati sendiri itu baik, tetapi bekerja dengan berlandaskan pada hati Sang Khalik itulah yang harus dilakukan dalam setiap aspek kehidupan.
JUNK MAIL
Setiap hari setiap memeriksa inbox e-mail, selalu ada saja junk mail yang masuk. Walaupun sudah dibuang dan dibersihkan, tetapi tetap saja junk mail itu menjejal masuk, apalagi jika sudah beberapa hari tidak diperiksa.
Demikian juga hidup kita tiap hari dibanjiri dengan dosa. Jika tidak diperiksa dan dibuang pastilah dengan cepat merusak hati. Tidak boleh ada kompromi terhadap dosa, harus langsung dibuang dari kehidupan. Perlu perjuangan melawan dosa dan perlu kekuatan dari Sang Khalik. Setelah itu, barulah hubungan seseorang dapat harmonis dan damai di hadapanNya. Imbasnya, hubungan dengan sesama pun seharusnya turut menjadi harmonis.
Setiap hari setiap memeriksa inbox e-mail, selalu ada saja junk mail yang masuk. Walaupun sudah dibuang dan dibersihkan, tetapi tetap saja junk mail itu menjejal masuk, apalagi jika sudah beberapa hari tidak diperiksa.
Demikian juga hidup kita tiap hari dibanjiri dengan dosa. Jika tidak diperiksa dan dibuang pastilah dengan cepat merusak hati. Tidak boleh ada kompromi terhadap dosa, harus langsung dibuang dari kehidupan. Perlu perjuangan melawan dosa dan perlu kekuatan dari Sang Khalik. Setelah itu, barulah hubungan seseorang dapat harmonis dan damai di hadapanNya. Imbasnya, hubungan dengan sesama pun seharusnya turut menjadi harmonis.
ANSLET
Suatu hari teman saya bercerita bahwa sikring listrik induk di rumahnya tiba-tiba "jeglek". Lalu saya langsung memberi semacam nasihat untuk mengecek peralatan listrik yang mungkin menjadi penyebabnya. Tuduhan-tuduhan mulai dilontarkan kepada TV, kipas angin, kulkas, dan lain-lain sebagai pelakunya. Tuduhan utama saya jatuh pada TV dan kulkas. Teman saya pun memanggil petugas PLN. Setelah dicek, beliau menyatakan bahwa ada yang "anslet" di dalam rumah karena sikring turun tidak dengan tiba-tiba, tetapi ada jeda waktu (ternyata beda dengan korsleit yang terjadi dengan tiba-tiba).
Beberapa hari lewat, keadaan masih sama. Tukang listrik pun dicari dan dipanggil. Setelah dicek sebentar, beliau mengatakan sikring induk telah longgar, jadi harus diganti. Namun, beberapa saat kemudian sikring turun kembali. Kali ini sikring yang di dalam rumah. Akar masalahnya belum ketemu. Pengecekan total pun dilakukan kembali. Setelah bingung sejenak, akhirnya baru ketahuan bahwa colokan listrik di mesin cucilah yang anslet. Tudingan-tudingan terhadap peralatan listrik lainnya salah semua. Yang tidak pernah terpikir dan tidak disangka-sangka itulah yang menjadi penyebabnya.
Di hidup ini, setelah seringkali terburu-buru menuduh orang lain dengan salah, kita tidak pernah mempersoalkannya lagi dengan menyesal dan bertobat. Lalu, tanpa sadar mulai timbul akar kebencian yang tidak pernah diselesaikan. Akhirnya, perasaan pun mati. Ya Sang Khalik, kasihani dan ampunilah dosa kami. Bantulah kami untuk berubah. Mempunyai hati seperti hati-Mu yang adalah kasih dan kebenaran.
Suatu hari teman saya bercerita bahwa sikring listrik induk di rumahnya tiba-tiba "jeglek". Lalu saya langsung memberi semacam nasihat untuk mengecek peralatan listrik yang mungkin menjadi penyebabnya. Tuduhan-tuduhan mulai dilontarkan kepada TV, kipas angin, kulkas, dan lain-lain sebagai pelakunya. Tuduhan utama saya jatuh pada TV dan kulkas. Teman saya pun memanggil petugas PLN. Setelah dicek, beliau menyatakan bahwa ada yang "anslet" di dalam rumah karena sikring turun tidak dengan tiba-tiba, tetapi ada jeda waktu (ternyata beda dengan korsleit yang terjadi dengan tiba-tiba).
Beberapa hari lewat, keadaan masih sama. Tukang listrik pun dicari dan dipanggil. Setelah dicek sebentar, beliau mengatakan sikring induk telah longgar, jadi harus diganti. Namun, beberapa saat kemudian sikring turun kembali. Kali ini sikring yang di dalam rumah. Akar masalahnya belum ketemu. Pengecekan total pun dilakukan kembali. Setelah bingung sejenak, akhirnya baru ketahuan bahwa colokan listrik di mesin cucilah yang anslet. Tudingan-tudingan terhadap peralatan listrik lainnya salah semua. Yang tidak pernah terpikir dan tidak disangka-sangka itulah yang menjadi penyebabnya.
Di hidup ini, setelah seringkali terburu-buru menuduh orang lain dengan salah, kita tidak pernah mempersoalkannya lagi dengan menyesal dan bertobat. Lalu, tanpa sadar mulai timbul akar kebencian yang tidak pernah diselesaikan. Akhirnya, perasaan pun mati. Ya Sang Khalik, kasihani dan ampunilah dosa kami. Bantulah kami untuk berubah. Mempunyai hati seperti hati-Mu yang adalah kasih dan kebenaran.
MENGERJAKAN PR
Semasa sekolah dasar dulu, saya paling ingat kalau setiap hari guru selalu memberi PR (pekerjaan rumah) untuk dikerjakan. Sehabis pulang dari sekolah, makan siang sejenak dan langsung mengerjakan PR yang terkadang "sangat" banyak dan sukar untuk bocah seusia saya.
Keesokan hari, biasanya guru akan berkata kepada para murid untuk mengumpulkan PR masing-masing untuk diperiksa. Jika sudah mengerjakan dan tidak lupa membawa buku PR-nya, biasanya hati akan tenang-tenang saja dan tidak perlu takut. Yang membuat kaki dingin dan wajah pucat biasanya bukan karena tidak mengerjakan PR, tetapi salah atau kurang mengerjakan PR yang sudah diinstruksikan guru. Dan tindakan yang paling teledor, buku PR-nya ketinggalan di rumah alias lupa dibawa, padahal sudah dikerjakan. Untuk itu, ada dispensasi dari guru satu sampai dua kali jika kita dengan jujur mengutarakannya.
Kita semua ada dalam sekolah kehidupan di mana Sang Khalik sendirilah yang menjadi Sang Maha Guru. Ada banyak tugas yang diberikan, tetapi sedikit orang yang mengerjakannya. Beberapa orang malah tidak sadar ada PR yang mesti dikerjakan. Suatu saat nanti, semua PR akan diperiksa di hadapan Sang Khalik. Sudahkah kita mengerjakan PR-PR kita? Ya Sang Khalik, Sang Maha Guru Sejati, tolonglah kami menyadari tugas dan panggilan kami sebagai murid-murid yang tekun mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawab kami di hadapan-Mu.
Semasa sekolah dasar dulu, saya paling ingat kalau setiap hari guru selalu memberi PR (pekerjaan rumah) untuk dikerjakan. Sehabis pulang dari sekolah, makan siang sejenak dan langsung mengerjakan PR yang terkadang "sangat" banyak dan sukar untuk bocah seusia saya.
Keesokan hari, biasanya guru akan berkata kepada para murid untuk mengumpulkan PR masing-masing untuk diperiksa. Jika sudah mengerjakan dan tidak lupa membawa buku PR-nya, biasanya hati akan tenang-tenang saja dan tidak perlu takut. Yang membuat kaki dingin dan wajah pucat biasanya bukan karena tidak mengerjakan PR, tetapi salah atau kurang mengerjakan PR yang sudah diinstruksikan guru. Dan tindakan yang paling teledor, buku PR-nya ketinggalan di rumah alias lupa dibawa, padahal sudah dikerjakan. Untuk itu, ada dispensasi dari guru satu sampai dua kali jika kita dengan jujur mengutarakannya.
Kita semua ada dalam sekolah kehidupan di mana Sang Khalik sendirilah yang menjadi Sang Maha Guru. Ada banyak tugas yang diberikan, tetapi sedikit orang yang mengerjakannya. Beberapa orang malah tidak sadar ada PR yang mesti dikerjakan. Suatu saat nanti, semua PR akan diperiksa di hadapan Sang Khalik. Sudahkah kita mengerjakan PR-PR kita? Ya Sang Khalik, Sang Maha Guru Sejati, tolonglah kami menyadari tugas dan panggilan kami sebagai murid-murid yang tekun mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawab kami di hadapan-Mu.
MONOLOG ATAU DIALOG?
Ada orang yang menyebut doa itu sebagai sebuah dialog antara manusia dengan Sang Khalik. Pernyataan itu benar, tetapi kenyataan yang saya hadapi justru sebaliknya. Doa seakan-akan seperti monolog, berbicara sendiri, untuk sugesti diri sendiri. Benarkah demikian? Ternyata tidak.
Suatu hari, ketika sedang mengerjakan pekerjaan rumah, terlintas dalam pikiran saya sebuah keraguan. Apakah setiap doa saya itu didengar oleh Sang Khalik? Langsung saja saya menepis perasaan itu dengan meyakinkan diri sendiri bahwa pastilah Tuhan mendengarnya. Namun masalahnya, mengapa doaku seakan-akan terdengar dari satu pihak saja alias monolog. Di manakah jawaban Sang Khalik? Tidak terdengar. Saya rasa ini pertanyaan klasik sebagian orang juga. Sembari belum menemukan jawabannya, saya pun merebahkan diri lalu tertidur.
Keesokan harinya, sementara sedang sarapan pagi, tiba-tiba terbersit suatu suara dalam hati. Saat itu, saya tahu dan yakin inilah jawabannya. Sang Khalik berbicara melalui suara hati dan segala peristiwa yang kita alami. Itulah cara Sang Khalik menjawab doa. Namun, jawaban doa dari Sang Khalik tidak selalu sesuai dengan ekspektasi dan pola pikir kita. Kadang-kadang malah menguras emosi dan mendatangkan penderitaan yang konon disebut "musibah". Tidak mudah memahami jawaban Sang Khalik. Hikmat dan marifat-Nya melampaui akal budi manusia. Kita harus peka dan jeli melihatnya dengan sikap rendah hati. Itulah sebabnya, walaupun doa terasa seperti monolog, tetapi sebenarnya sungguh sebuah dialog yang terus-menerus. Sang Khalik selalu mendengar dan menjawab doa.
Ada orang yang menyebut doa itu sebagai sebuah dialog antara manusia dengan Sang Khalik. Pernyataan itu benar, tetapi kenyataan yang saya hadapi justru sebaliknya. Doa seakan-akan seperti monolog, berbicara sendiri, untuk sugesti diri sendiri. Benarkah demikian? Ternyata tidak.
Suatu hari, ketika sedang mengerjakan pekerjaan rumah, terlintas dalam pikiran saya sebuah keraguan. Apakah setiap doa saya itu didengar oleh Sang Khalik? Langsung saja saya menepis perasaan itu dengan meyakinkan diri sendiri bahwa pastilah Tuhan mendengarnya. Namun masalahnya, mengapa doaku seakan-akan terdengar dari satu pihak saja alias monolog. Di manakah jawaban Sang Khalik? Tidak terdengar. Saya rasa ini pertanyaan klasik sebagian orang juga. Sembari belum menemukan jawabannya, saya pun merebahkan diri lalu tertidur.
Keesokan harinya, sementara sedang sarapan pagi, tiba-tiba terbersit suatu suara dalam hati. Saat itu, saya tahu dan yakin inilah jawabannya. Sang Khalik berbicara melalui suara hati dan segala peristiwa yang kita alami. Itulah cara Sang Khalik menjawab doa. Namun, jawaban doa dari Sang Khalik tidak selalu sesuai dengan ekspektasi dan pola pikir kita. Kadang-kadang malah menguras emosi dan mendatangkan penderitaan yang konon disebut "musibah". Tidak mudah memahami jawaban Sang Khalik. Hikmat dan marifat-Nya melampaui akal budi manusia. Kita harus peka dan jeli melihatnya dengan sikap rendah hati. Itulah sebabnya, walaupun doa terasa seperti monolog, tetapi sebenarnya sungguh sebuah dialog yang terus-menerus. Sang Khalik selalu mendengar dan menjawab doa.
KELAS DIHUKUM GURU
Sewaktu sekolah dulu, saya ingat guru terkadang menghukum seluruh isi kelas karena ulah nakal dari beberapa anak yang tidak mau mengaku perbuatan salahnya. Semua harus menanggung hukuman. Semua dirugikan karena sebagian. Itu cara klise untuk membuat si pelaku kesalahan akhirnya mengaku. Pihak yang salah membuat pihak yang benar harus menanggung hukuman juga.
Sebaliknya di mata Sang Khalik, jika ada sebagian orang berlaku jahat dan sebagian lagi berbuat kebenaran, maka Sang Khalik tidak akan menghukum yang jahat itu beserta yang benar. Sang Khalik dalam anugerah kebaikan dan kebesaran hati-Nya menunda untuk menghukum yang jahat agar pihak yang benar tidak ikut binasa. Pihak yang benar seolah-olah membuat pihak yang jahat mendapat "kelonggaran" waktu untuk bertobat. Bertobatlah selagi masih ada kesempatan karena pada akhirnya Sang Khalik akan membuat pemisahan dan hukuman pasti dijatuhkan.
Sewaktu sekolah dulu, saya ingat guru terkadang menghukum seluruh isi kelas karena ulah nakal dari beberapa anak yang tidak mau mengaku perbuatan salahnya. Semua harus menanggung hukuman. Semua dirugikan karena sebagian. Itu cara klise untuk membuat si pelaku kesalahan akhirnya mengaku. Pihak yang salah membuat pihak yang benar harus menanggung hukuman juga.
Sebaliknya di mata Sang Khalik, jika ada sebagian orang berlaku jahat dan sebagian lagi berbuat kebenaran, maka Sang Khalik tidak akan menghukum yang jahat itu beserta yang benar. Sang Khalik dalam anugerah kebaikan dan kebesaran hati-Nya menunda untuk menghukum yang jahat agar pihak yang benar tidak ikut binasa. Pihak yang benar seolah-olah membuat pihak yang jahat mendapat "kelonggaran" waktu untuk bertobat. Bertobatlah selagi masih ada kesempatan karena pada akhirnya Sang Khalik akan membuat pemisahan dan hukuman pasti dijatuhkan.
BAIK DAN BERBUAT BAIK
Status baik tidaklah cukup, harus ada tindakan baik yang menyertainya. Banyak berdoa dapat membuat seseorang "terlihat" baik, meskipun tidak menolong sesama. Menolong sesama juga dapat "terlihat" baik, meskipun dengan motivasi yang tidak murni. Lalu, apa yang membedakan keduanya? Tidak adanya integritas antara sikap hati dan perbuatan nyata.
Syukurlah Sang Khalik adalah Sang Penyelamat yang bukan hanya baik, tetapi juga yang berbuat baik kepada ciptaan-Nya.
Status baik tidaklah cukup, harus ada tindakan baik yang menyertainya. Banyak berdoa dapat membuat seseorang "terlihat" baik, meskipun tidak menolong sesama. Menolong sesama juga dapat "terlihat" baik, meskipun dengan motivasi yang tidak murni. Lalu, apa yang membedakan keduanya? Tidak adanya integritas antara sikap hati dan perbuatan nyata.
Syukurlah Sang Khalik adalah Sang Penyelamat yang bukan hanya baik, tetapi juga yang berbuat baik kepada ciptaan-Nya.
"LOVE YOU" AND "I LOVE YOU"
Suatu sore saya menonton sebuah film dokumenter tentang pengalaman hidup yang tidak pernah diceritakan sebelumnya dari seorang komposer lagu ternama. Ada satu kalimat yang membuat saya terhenyak dan berpikir sejenak. Benar juga apa yang dikatakannya, "There's a big difference between saying 'Love you' and 'I love you'."
Bedanya adalah adanya komitmen pada saat ada penambahan kata subjek "saya". Seringkali kita berucap sesuatu yang otomatis terucap, tanpa berpikir sungguh-sungguh, dan tidak ada keterlibatan diri. Dengan menambahkan kata "saya" si pembicara harus menjadi pelakunya. Ini tidak mudah. Apalagi di jaman sekarang yang serba individualistis dan egosentris.
Sekali lagi, integritas antara ucapan dan tindakan harus selaras. Di jagad raya yang luas ini, hanya Perkataan Sang Khaliklah yang dapat kita percayai sepenuh-penuhnya. Dialah Pribadi Maha Agung yang berkata sekaligus bertindak "Aku mengasihimu" kepada ciptaan-Nya yang terhilang.
Suatu sore saya menonton sebuah film dokumenter tentang pengalaman hidup yang tidak pernah diceritakan sebelumnya dari seorang komposer lagu ternama. Ada satu kalimat yang membuat saya terhenyak dan berpikir sejenak. Benar juga apa yang dikatakannya, "There's a big difference between saying 'Love you' and 'I love you'."
Bedanya adalah adanya komitmen pada saat ada penambahan kata subjek "saya". Seringkali kita berucap sesuatu yang otomatis terucap, tanpa berpikir sungguh-sungguh, dan tidak ada keterlibatan diri. Dengan menambahkan kata "saya" si pembicara harus menjadi pelakunya. Ini tidak mudah. Apalagi di jaman sekarang yang serba individualistis dan egosentris.
Sekali lagi, integritas antara ucapan dan tindakan harus selaras. Di jagad raya yang luas ini, hanya Perkataan Sang Khaliklah yang dapat kita percayai sepenuh-penuhnya. Dialah Pribadi Maha Agung yang berkata sekaligus bertindak "Aku mengasihimu" kepada ciptaan-Nya yang terhilang.
PERKALIAN BILANGAN
Waktu belajar matematika semasa bersekolah dulu, saya diajarkan kalau bilangan positif dikalikan dengan bilangan negatif, maka hasilnya adalah sebuah bilangan negatif.
Akhir-akhir ini, saya teringat rumus matematika itu. Kenapa negatif? Kenapa bukan positif?
Sambil belum tahu jawabannya, saya pun beraktifitas kembali seperti biasa. Sewaktu duduk merenung, tiba-tiba seperti ada pencerahan pikiran. Ini dapat menggambarkan keadaan spiritual. Hal-hal negatif selalu lebih kuat menarik daripada hal-hal positif. Kecenderungan kita adalah pada hal-hal negatif. Hal negatif merusakkan semua yang baik.
Ini sama seperti niat yang baik, tetapi dilakukan dengan cara yang buruk, hasilnya tetap akan buruk. O, Sang Khalik, tolonglah kami bertindak positif dan bijaksana dalam sikap hati, perilaku, dan perkataan, baik lisan maupun tulisan. Baik yang tercetus, maupun yang belum tercetus. Baik yang masih dalam gagasan dan suara-suara yang muncul di pikiran. O LORD, help us!
Waktu belajar matematika semasa bersekolah dulu, saya diajarkan kalau bilangan positif dikalikan dengan bilangan negatif, maka hasilnya adalah sebuah bilangan negatif.
Akhir-akhir ini, saya teringat rumus matematika itu. Kenapa negatif? Kenapa bukan positif?
Sambil belum tahu jawabannya, saya pun beraktifitas kembali seperti biasa. Sewaktu duduk merenung, tiba-tiba seperti ada pencerahan pikiran. Ini dapat menggambarkan keadaan spiritual. Hal-hal negatif selalu lebih kuat menarik daripada hal-hal positif. Kecenderungan kita adalah pada hal-hal negatif. Hal negatif merusakkan semua yang baik.
Ini sama seperti niat yang baik, tetapi dilakukan dengan cara yang buruk, hasilnya tetap akan buruk. O, Sang Khalik, tolonglah kami bertindak positif dan bijaksana dalam sikap hati, perilaku, dan perkataan, baik lisan maupun tulisan. Baik yang tercetus, maupun yang belum tercetus. Baik yang masih dalam gagasan dan suara-suara yang muncul di pikiran. O LORD, help us!
TIDAK BISA SEKALIGUS
Suatu pagi menjelang siang saya hendak menumis sayur-sayuran untuk makan siang. Setelah menumis bawang putih, saya memasukkan brokoli yang habis dicuci dari tanggok secara sekaligus. Apa yang terjadi kemudian sungguh saya sesali. Sebagian brokoli meleset masuk ke dalam panci dan jatuh ke bawah ke dalam tong sampah. Dan yang terbuang adalah potongan brokoli yang "gemuk" dan segar. Saya sangat menyesal karena tidak sabaran dan karena ingin sekaligus. Mengingat juga harga brokoli yang tidak murah.
Pengalaman saya di atas nampak sepele, tetapi mengingatkan saya suatu hal. Di dalam hidup ini, segala sesuatu tidak bisa sekaligus, baik dalam pekerjaan, maupun tugas sehari-hari. Perlu waktu, tahap, dan proses. Perlu kesabaran, tidak bisa mendadak. Jika dipaksakan, maka hasilnya tidak akan diperoleh dengan baik, bahkan terkadang menjadi sia-sia. Sang Khaliklah yang dengan sabar menuntun kita dalam pelajaran-pelajaran hidup yang dialami hari demi hari agar karakter kita semakin diubahkan menjadi seperti hati-Nya.
Suatu pagi menjelang siang saya hendak menumis sayur-sayuran untuk makan siang. Setelah menumis bawang putih, saya memasukkan brokoli yang habis dicuci dari tanggok secara sekaligus. Apa yang terjadi kemudian sungguh saya sesali. Sebagian brokoli meleset masuk ke dalam panci dan jatuh ke bawah ke dalam tong sampah. Dan yang terbuang adalah potongan brokoli yang "gemuk" dan segar. Saya sangat menyesal karena tidak sabaran dan karena ingin sekaligus. Mengingat juga harga brokoli yang tidak murah.
Pengalaman saya di atas nampak sepele, tetapi mengingatkan saya suatu hal. Di dalam hidup ini, segala sesuatu tidak bisa sekaligus, baik dalam pekerjaan, maupun tugas sehari-hari. Perlu waktu, tahap, dan proses. Perlu kesabaran, tidak bisa mendadak. Jika dipaksakan, maka hasilnya tidak akan diperoleh dengan baik, bahkan terkadang menjadi sia-sia. Sang Khaliklah yang dengan sabar menuntun kita dalam pelajaran-pelajaran hidup yang dialami hari demi hari agar karakter kita semakin diubahkan menjadi seperti hati-Nya.
SATU DEMI SATU
Suatu siang saya kembali mendengarkan musik-musik lama yang dibuat sebelum era milenium. Sesaat saya membayangkan tahun-tahun silam yang saya jalani dalam masa tersebut. Nuansa nada yang sendu menghantar saya mengingat kepada peristiwa-peristiwa di masa lampau, di mana kehangatan anggota keluarga yang utuh masih ada. Namun, satu demi satu perpisahan harus terjadi. Kesendirian pun mewarnai jiwa.
Kini, dalam memasuki usia yang senja, saya hanya dapat melihat ke belakang sepenggal kisah di masa lalu dan terus berharap ke depan akan penyertaan Sang Khalik yang sempurna sampai Yang Kuasa juga memanggilku pulang.
Suatu siang saya kembali mendengarkan musik-musik lama yang dibuat sebelum era milenium. Sesaat saya membayangkan tahun-tahun silam yang saya jalani dalam masa tersebut. Nuansa nada yang sendu menghantar saya mengingat kepada peristiwa-peristiwa di masa lampau, di mana kehangatan anggota keluarga yang utuh masih ada. Namun, satu demi satu perpisahan harus terjadi. Kesendirian pun mewarnai jiwa.
Kini, dalam memasuki usia yang senja, saya hanya dapat melihat ke belakang sepenggal kisah di masa lalu dan terus berharap ke depan akan penyertaan Sang Khalik yang sempurna sampai Yang Kuasa juga memanggilku pulang.
JANGAN TUNDA
Suatu siang ketika sedang makan, tiba-tiba tubuh mengeluarkan peluh dingin dan kepala menjadi sangat pusing sampai mau muntah. Benar saja, apa yang sudah saya asup kini terbuang semua. Langsung saja saya berbaring tidak berdaya. Sekeliling serasa berputar-putar. Dalam benak saya berpikir apakah ini sudah saatnya. Sambil menguatkan hati, saya mencoba menggapai smartphone yang ada dalam jangkauan. Namun, mata tidak sanggup untuk melihat layar yang serasa ikut berputar. Inilah "near death experience" itu. Rambu pengingat kefanaan dunia.
Benarlah pepatah yang mengatakan "Kerjakan apa yang dapat kaukerjakan hari ini" alias jangan menunda-nunda. Saat itu, semua pekerjaan pun terhenti. Tidak bisa apa-apa, bahkan untuk berjalan 1-2 meter saja rasanya berat sekali. O Sang Khalik, ampunilah kami ketika kami sering sekali membuang-buang waktu dan menunda-nunda tugas dan tanggung jawab kami di hadapan-Mu dan sesama.
Suatu siang ketika sedang makan, tiba-tiba tubuh mengeluarkan peluh dingin dan kepala menjadi sangat pusing sampai mau muntah. Benar saja, apa yang sudah saya asup kini terbuang semua. Langsung saja saya berbaring tidak berdaya. Sekeliling serasa berputar-putar. Dalam benak saya berpikir apakah ini sudah saatnya. Sambil menguatkan hati, saya mencoba menggapai smartphone yang ada dalam jangkauan. Namun, mata tidak sanggup untuk melihat layar yang serasa ikut berputar. Inilah "near death experience" itu. Rambu pengingat kefanaan dunia.
Benarlah pepatah yang mengatakan "Kerjakan apa yang dapat kaukerjakan hari ini" alias jangan menunda-nunda. Saat itu, semua pekerjaan pun terhenti. Tidak bisa apa-apa, bahkan untuk berjalan 1-2 meter saja rasanya berat sekali. O Sang Khalik, ampunilah kami ketika kami sering sekali membuang-buang waktu dan menunda-nunda tugas dan tanggung jawab kami di hadapan-Mu dan sesama.
SPARK JOY
Pernahkah kita merasakan percikan sukacita sesaat (spark joy) saat kita mendapatkan hadiah atau menerima sesuatu yang tidak disangka-sangka sebelumnya? Pasti semua pernah merasakannya. Semasa saya kanak-kanak, perasaan bahagia karena mendapat mainan baru, sepeda baru, dan lain-lain. Setelah dewasa, kebahagiaan ketika dapat membeli kendaraan baru, TV baru, gadget baru, apalagi ketika mendapatkan uang yang banyak. Tidak munafik dan tidak dapat dipungkiri lagi, benda-benda tersebut memang dibutuhkan, tetapi selama hidup di dunia ini saja. Selama masih mengenakan tubuh jasmaniah, kita butuh hal-hal jasmaniah tersebut. Namun, yang bersifat materi akan tinggal di dunia materi, tidak abadi, tidak dibawa. Adalah keliru jika hal materi adalah tujuan atau gairah hidup ini.
Namun, sukacita sejati dalam hati kita, janganlah didasari karena memburu atau mendapatkan hal-hal fana sesaat, tetapi karena adanya persekutuan yang harmonis dengan Pribadi Sang Khalik dalam doa dan ucapan syukur setiap hari.
Pernahkah kita merasakan percikan sukacita sesaat (spark joy) saat kita mendapatkan hadiah atau menerima sesuatu yang tidak disangka-sangka sebelumnya? Pasti semua pernah merasakannya. Semasa saya kanak-kanak, perasaan bahagia karena mendapat mainan baru, sepeda baru, dan lain-lain. Setelah dewasa, kebahagiaan ketika dapat membeli kendaraan baru, TV baru, gadget baru, apalagi ketika mendapatkan uang yang banyak. Tidak munafik dan tidak dapat dipungkiri lagi, benda-benda tersebut memang dibutuhkan, tetapi selama hidup di dunia ini saja. Selama masih mengenakan tubuh jasmaniah, kita butuh hal-hal jasmaniah tersebut. Namun, yang bersifat materi akan tinggal di dunia materi, tidak abadi, tidak dibawa. Adalah keliru jika hal materi adalah tujuan atau gairah hidup ini.
Namun, sukacita sejati dalam hati kita, janganlah didasari karena memburu atau mendapatkan hal-hal fana sesaat, tetapi karena adanya persekutuan yang harmonis dengan Pribadi Sang Khalik dalam doa dan ucapan syukur setiap hari.
MENOLONG SUPAYA DITOLONG?
Slogan untuk berbuat kebaikan agar suatu saat kita juga mendapat kebaikan, sangat banyak dikumandangkan akhir-akhir ini. Baik dalam bentuk ilustrasi cerita pendek atau drama yang menggugah kalbu, bahkan mungkin sampai dapat menitikkan air mata. Kita menolong orang lain, dengan berharap dalam hati kecil secara tidak sadar penuh, agar suatu hari saya pun akan mendapat pertolongan dari orang lain. Bahkan dalam memberi sedekah pun supaya dibalaskan Sang Khalik berlipat kali ganda. Salahkah tindakan seperti ini? Bukan salah, tetapi sudah melenceng. Tanpa disadari, ada suatu motif terselubung yang tidak tulus yang kita sendiri pungkiri sebisa mungkin dengan berbagai alasan tertentu.
Ketulusan tanpa pamrih sudah "ditinggalkan" dari kehidupan sosial yang sudah sangat egosentris. Kiranya kita semua bertobat dari motivasi yang melenceng ini. Mintalah hikmat dari Sang Khalik untuk semua kebajikan yang harus dilakukan, tanpa harus mencanangkannya secara terbuka di depan manusia. Bekerja dan bertindaklah secara senyap. Mengasihi Sang Khalik, diwujudkan dengan mengasihi sesama, tanpa mengharapkan imbalan apa-apa. Hanya Sang Khalik yang melihatnya, bukan berharap pujian dari manusia. Hati-hati terhadap kesombongan terselubung yang dapat muncul dan tidak "berakting" seolah-olah menjadi orang baik.
Pertanyaannya sekarang, relakah? Sesuatu yang sukar dijawab oleh saya sendiri, bahkan menjadi suatu retorika. Hanya batin yang terdalam yang menjawab, itupun dengan keraguan.
Slogan untuk berbuat kebaikan agar suatu saat kita juga mendapat kebaikan, sangat banyak dikumandangkan akhir-akhir ini. Baik dalam bentuk ilustrasi cerita pendek atau drama yang menggugah kalbu, bahkan mungkin sampai dapat menitikkan air mata. Kita menolong orang lain, dengan berharap dalam hati kecil secara tidak sadar penuh, agar suatu hari saya pun akan mendapat pertolongan dari orang lain. Bahkan dalam memberi sedekah pun supaya dibalaskan Sang Khalik berlipat kali ganda. Salahkah tindakan seperti ini? Bukan salah, tetapi sudah melenceng. Tanpa disadari, ada suatu motif terselubung yang tidak tulus yang kita sendiri pungkiri sebisa mungkin dengan berbagai alasan tertentu.
Ketulusan tanpa pamrih sudah "ditinggalkan" dari kehidupan sosial yang sudah sangat egosentris. Kiranya kita semua bertobat dari motivasi yang melenceng ini. Mintalah hikmat dari Sang Khalik untuk semua kebajikan yang harus dilakukan, tanpa harus mencanangkannya secara terbuka di depan manusia. Bekerja dan bertindaklah secara senyap. Mengasihi Sang Khalik, diwujudkan dengan mengasihi sesama, tanpa mengharapkan imbalan apa-apa. Hanya Sang Khalik yang melihatnya, bukan berharap pujian dari manusia. Hati-hati terhadap kesombongan terselubung yang dapat muncul dan tidak "berakting" seolah-olah menjadi orang baik.
Pertanyaannya sekarang, relakah? Sesuatu yang sukar dijawab oleh saya sendiri, bahkan menjadi suatu retorika. Hanya batin yang terdalam yang menjawab, itupun dengan keraguan.
PIAGAM
Suatu hari secara tidak sengaja, saya menemukan jalur rumah rayap di pojok lantai kamar tidur saya. Betapa terkejutnya ketika ternyata mereka sudah bersarang dengan cepat tanpa sepengetahuan saya. Setelah menelusuri jalur tanah yang dibuat rayap-rayap itu, saya mendapati sebuah kardus lama yang ternyata sudah bolong sebelah sisinya. Kardus itu sudah lama tidak tersentuh dan berisi piagam kelulusan sarjana yang masih saya simpan bertahun-tahun. Begitu saya membuka kardus itu, sedihlah hati saya karena ternyata piagam itu sudah hancur sebagian dimakan rayap. Tulisan yang terukir pun sudah kusam dan hilang. Demikian juga dengan skripsi yang dijilid tebal itu. Halaman-halamannya sudah "hilang" dimakan ngengat. Tidak ada gunanya lagi selain dibuang.
Saya teringat bagaimana jerih payah, tenaga, waktu, dan biaya yang dihabiskan untuk mendapatkannya. Namun, apa yang kita perjuangkan secara "ngotot" pada waktu itu, akan ada masa akhirnya. Suatu saat, piagam itu tidak akan memberi nilai apa-apa, selain ilusi kebanggaan dan prestasi yang kita rasakan sendiri saja. Mencari nama, gelar, dan pangkat pasti akan berakhir. Mau menunjukkan prestasi pada orang lain juga sia-sia belaka. Penilaian relatif manusia, baik yang baik atau yang mengecewakan, akan berhenti. Paling tidak hanya sebatas hidup di dunia ini saja.
Menuliskan hal ini bukan berarti menjadi alasan untuk malas atau tidak serius dalam belajar dan bekerja. Namun, semua usaha itu haruslah sebagai wujud tanggung-jawab, gentar, hormat, pujian, serta syukur kepada Sang Khalik yang telah memberikan kesempatan hidup dan berkarya di hadapanNya. Dialah satu-satunya penilai hidup yang benar dan sejati.
Suatu hari secara tidak sengaja, saya menemukan jalur rumah rayap di pojok lantai kamar tidur saya. Betapa terkejutnya ketika ternyata mereka sudah bersarang dengan cepat tanpa sepengetahuan saya. Setelah menelusuri jalur tanah yang dibuat rayap-rayap itu, saya mendapati sebuah kardus lama yang ternyata sudah bolong sebelah sisinya. Kardus itu sudah lama tidak tersentuh dan berisi piagam kelulusan sarjana yang masih saya simpan bertahun-tahun. Begitu saya membuka kardus itu, sedihlah hati saya karena ternyata piagam itu sudah hancur sebagian dimakan rayap. Tulisan yang terukir pun sudah kusam dan hilang. Demikian juga dengan skripsi yang dijilid tebal itu. Halaman-halamannya sudah "hilang" dimakan ngengat. Tidak ada gunanya lagi selain dibuang.
Saya teringat bagaimana jerih payah, tenaga, waktu, dan biaya yang dihabiskan untuk mendapatkannya. Namun, apa yang kita perjuangkan secara "ngotot" pada waktu itu, akan ada masa akhirnya. Suatu saat, piagam itu tidak akan memberi nilai apa-apa, selain ilusi kebanggaan dan prestasi yang kita rasakan sendiri saja. Mencari nama, gelar, dan pangkat pasti akan berakhir. Mau menunjukkan prestasi pada orang lain juga sia-sia belaka. Penilaian relatif manusia, baik yang baik atau yang mengecewakan, akan berhenti. Paling tidak hanya sebatas hidup di dunia ini saja.
Menuliskan hal ini bukan berarti menjadi alasan untuk malas atau tidak serius dalam belajar dan bekerja. Namun, semua usaha itu haruslah sebagai wujud tanggung-jawab, gentar, hormat, pujian, serta syukur kepada Sang Khalik yang telah memberikan kesempatan hidup dan berkarya di hadapanNya. Dialah satu-satunya penilai hidup yang benar dan sejati.
DALAM PENGAMATAN
Waktu saya masih kanak-kanak, bermain adalah hal yang paling menyenangkan setelah mengerjakan PR dari sekolah. Kadang-kadang saya bermain sampai lupa waktu, apalagi tidak terdengar suara orang tua yang mengingatkan saya untuk berhenti dan segera mandi sore. Jika orang tua sedang pergi, anehnya saya justru merasa bebas bermain. Merasa bebas dari pengamatan.
Saat berada di sekolah, murid-murid merasa bebas jika tidak ada guru yang mengajar dalam kelas. Pikirnya, tidak ada tatapan guru yang mengamati gerak-gerik mereka. Jadi, bebaslah mereka mengobrol dan seketika itu juga berubahlah suasana kelas menjadi seperti pasar, padahal bukan jam keluar main.
Ternyata setelah beranjak dewasa, merasa bebas karena lepas dari pengamatan adalah hal yang umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sedang tidak ada atasan di kantor kadang-kadang secara ironi membuat para karyawan merasa "bebas". Bahkan, tindak-tanduk kita pun akan segera berubah jika kita menyadari sedang berada dalam pantauan CCTV atau kamera, apalagi sedang direkam.
Ingatlah selalu ada Sang Khalik yang mengamat-amati perbuatan dan tutur kita semua. Oleh karenanya, bertindaklah hati-hati karena orang yang tidak menyadari dirinya ada dalam pengamatan Sang Khalik, cenderung akan bertindak ceroboh dan salah. Tolonglah kami, ya Sang Khalik, agar kami tetap melakukan tugas dan tanggung jawab secara berintegritas, meskipun tidak ada seorang pun yang mengamati dan melihat.
Waktu saya masih kanak-kanak, bermain adalah hal yang paling menyenangkan setelah mengerjakan PR dari sekolah. Kadang-kadang saya bermain sampai lupa waktu, apalagi tidak terdengar suara orang tua yang mengingatkan saya untuk berhenti dan segera mandi sore. Jika orang tua sedang pergi, anehnya saya justru merasa bebas bermain. Merasa bebas dari pengamatan.
Saat berada di sekolah, murid-murid merasa bebas jika tidak ada guru yang mengajar dalam kelas. Pikirnya, tidak ada tatapan guru yang mengamati gerak-gerik mereka. Jadi, bebaslah mereka mengobrol dan seketika itu juga berubahlah suasana kelas menjadi seperti pasar, padahal bukan jam keluar main.
Ternyata setelah beranjak dewasa, merasa bebas karena lepas dari pengamatan adalah hal yang umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sedang tidak ada atasan di kantor kadang-kadang secara ironi membuat para karyawan merasa "bebas". Bahkan, tindak-tanduk kita pun akan segera berubah jika kita menyadari sedang berada dalam pantauan CCTV atau kamera, apalagi sedang direkam.
Ingatlah selalu ada Sang Khalik yang mengamat-amati perbuatan dan tutur kita semua. Oleh karenanya, bertindaklah hati-hati karena orang yang tidak menyadari dirinya ada dalam pengamatan Sang Khalik, cenderung akan bertindak ceroboh dan salah. Tolonglah kami, ya Sang Khalik, agar kami tetap melakukan tugas dan tanggung jawab secara berintegritas, meskipun tidak ada seorang pun yang mengamati dan melihat.
APLIKASI GADGET
Suatu hari saya membuka aplikasi pembayaran di gadget saya dan mendapati aplikasi tersebut tidak berjalan semestinya. Sedikit panik karena selama ini saya sudah menggunakannya dengan mudah dan lancar. Mana saldonya baru di-top-up dengan jumlah yang tidak sedikit. Langsung saja saya membuka link tempat aplikasi tersebut diunduh dan melihat kolom komentar para pengguna yang ada. Betapa terkejutnya karena nilai yang diberikan sangat kecil. Seingat saya dulu nilai rating-nya tidak serendah ini. Komentar-komentar negatif langsung membangkitkan kecurigaan, kekesalan, dan kemarahan. "Sepertinya perusahaan di balik aplikasi ini menyewa developer yang kurang handal karena alasan biaya, pantas jadi error begini," gumam saya dalam hati. Komentar negatif dari para pengguna lainnya yang terdengar sangat kasar seolah-olah membenarkan dan mendukung kekesalan saya.
Ternyata setelah membaca ulang dengan teliti pesan yang dikirimi dan yang masuk ke gadget saya, barulah saya menyadari bahwa ada sebaris kalimat terakhir yang luput dari pengamatan karena sudah lebih dulu membaca kalimat pertamanya dengan kecurigaan dan kesal. Setelah melakukan instruksi pada kalimat terakhir itu, problem selesai. Saya menyesal karena sudah terlalu emosi dan berpikiran buruk terhadap developer dan perusahaan aplikasi ini. Saya menilai salah dan menghakimi dengan terburu-buru. Saya merenung sejenak, jangan-jangan user lain yang marah-marah di kolom komentar juga tidak tahu caranya, tetapi sudah meledakkan emosinya begitu rupa. Aduh, lagi-lagi pikiran saya ini selalu penuh curiga.
Betapa sering kita melakukan hal yang serupa terhadap sesama kita, baik d jalan raya, di tempat umum, dan di mana-mana. Penilaian dan sikap hati yang salah dalam menuduh seseorang. Bahkan, sampai menimbulkan rasa benci dan antipati. Padahal, kesalahan ada pada diri sendiri yang kurang teliti dan sembrono, tetapi yang menganggap diri benar atau setidaknya lebih benar. O Sang Khalik, ampunilah kami yang berkarakter buruk ini. Kami cenderung berbuat salah. Kami membutuhkan pertolongan yang dari pada-Mu saja. Ubahkan hati kami seperti hati-Mu yang penuh belas kasih.
Suatu hari saya membuka aplikasi pembayaran di gadget saya dan mendapati aplikasi tersebut tidak berjalan semestinya. Sedikit panik karena selama ini saya sudah menggunakannya dengan mudah dan lancar. Mana saldonya baru di-top-up dengan jumlah yang tidak sedikit. Langsung saja saya membuka link tempat aplikasi tersebut diunduh dan melihat kolom komentar para pengguna yang ada. Betapa terkejutnya karena nilai yang diberikan sangat kecil. Seingat saya dulu nilai rating-nya tidak serendah ini. Komentar-komentar negatif langsung membangkitkan kecurigaan, kekesalan, dan kemarahan. "Sepertinya perusahaan di balik aplikasi ini menyewa developer yang kurang handal karena alasan biaya, pantas jadi error begini," gumam saya dalam hati. Komentar negatif dari para pengguna lainnya yang terdengar sangat kasar seolah-olah membenarkan dan mendukung kekesalan saya.
Ternyata setelah membaca ulang dengan teliti pesan yang dikirimi dan yang masuk ke gadget saya, barulah saya menyadari bahwa ada sebaris kalimat terakhir yang luput dari pengamatan karena sudah lebih dulu membaca kalimat pertamanya dengan kecurigaan dan kesal. Setelah melakukan instruksi pada kalimat terakhir itu, problem selesai. Saya menyesal karena sudah terlalu emosi dan berpikiran buruk terhadap developer dan perusahaan aplikasi ini. Saya menilai salah dan menghakimi dengan terburu-buru. Saya merenung sejenak, jangan-jangan user lain yang marah-marah di kolom komentar juga tidak tahu caranya, tetapi sudah meledakkan emosinya begitu rupa. Aduh, lagi-lagi pikiran saya ini selalu penuh curiga.
Betapa sering kita melakukan hal yang serupa terhadap sesama kita, baik d jalan raya, di tempat umum, dan di mana-mana. Penilaian dan sikap hati yang salah dalam menuduh seseorang. Bahkan, sampai menimbulkan rasa benci dan antipati. Padahal, kesalahan ada pada diri sendiri yang kurang teliti dan sembrono, tetapi yang menganggap diri benar atau setidaknya lebih benar. O Sang Khalik, ampunilah kami yang berkarakter buruk ini. Kami cenderung berbuat salah. Kami membutuhkan pertolongan yang dari pada-Mu saja. Ubahkan hati kami seperti hati-Mu yang penuh belas kasih.
FIRST IN ... FIRST OUT
First in first out (FIFO) adalah istilah untuk manajemen bahan baku (stock) suatu proses produksi. Ada pula instansi dan perusahaan yang menerapkan pelayanan jasanya dengan semboyan FIFO ini untuk 'First Class' customer-nya. Ini sangat baik dan semestinya seperti itu. Namun, pada kenyataannya yang lebih dahulu belum tentu selesai yang lebih cepat. Yang terdahulu bisa jadi malah yang terakhir.
Kedengarannya memang ironis. Yang lulus lebih dulu, belum tentu dapat pekerjaan lebih cepat. Mengurus surat-surat lebih awal, belum tentu selesai lebih cepat. Datang lebih awal, belum tentu dapat pulang lebih pagi. Pesan makanan lebih dulu, belum tentu bisa lebih cepat makan.
Kesimpulannya, first in is NOT always first out.
Mungkin akan ada yang membantahnya. Ya, setidaknya itu untuk pengalaman nyata saya saja.
First in first out (FIFO) adalah istilah untuk manajemen bahan baku (stock) suatu proses produksi. Ada pula instansi dan perusahaan yang menerapkan pelayanan jasanya dengan semboyan FIFO ini untuk 'First Class' customer-nya. Ini sangat baik dan semestinya seperti itu. Namun, pada kenyataannya yang lebih dahulu belum tentu selesai yang lebih cepat. Yang terdahulu bisa jadi malah yang terakhir.
Kedengarannya memang ironis. Yang lulus lebih dulu, belum tentu dapat pekerjaan lebih cepat. Mengurus surat-surat lebih awal, belum tentu selesai lebih cepat. Datang lebih awal, belum tentu dapat pulang lebih pagi. Pesan makanan lebih dulu, belum tentu bisa lebih cepat makan.
Kesimpulannya, first in is NOT always first out.
Mungkin akan ada yang membantahnya. Ya, setidaknya itu untuk pengalaman nyata saya saja.
HAMBATAN
Suatu hari saya teringat kembali pelajaran mekanika dan elektronika di sekolah. Dulu saya harus menghafalkan rumus-rumus secara mentah. Beberapa rumus pendek masih teringat sampai sekarang.
Misalnya, friksi dalam ilmu fisika dan resistansi dalam elektronika menggambarkan bahwa adanya hambatan justru berguna. Bahkan, mutlak harus ada agar rem dapat pakem dan arus listrik tidak terjadi korsleting.
Hambatan dalam hidup, kita memandangnya sebagai suatu masalah yang membebani pikiran, tenaga, dan menghabiskan waktu. Kita berdoa untuk dilancarkan oleh Sang Khalik. Namun, kenyataannya harus ada, meskipun tidak suka sama sekali. Ini bukan berarti kita membuat dan mencari-cari masalah atau hidup askestis (bertarak). Point-nya adalah hambatan tidak dapat dihindari. They're always there, everywhere. Hanya saja besarannya yang berbeda-beda. Berbagai upaya cenderung untuk memperkecil hambatan, tetapi tidak dapat ditiadakan.
Hidup yang lancar memang memberikan kenyamanan dan sensasi yang mengasyikkan, tetapi sedikit pelajaran atau malah tidak ada pelajaran apa-apa di dalamnya. Hanya dari hambatan-hambatanlah manusia cenderung belajar lebih banyak dan lebih serius. Masalah juga dapat berfungsi sebagai rambu-rambu peringatan. Oleh karenanya, semua insan di dunia ini "kena" dengan masalah dan hal ini diijinkan terjadi oleh Sang Khalik. Bukan kejam, tetapi ini sudah seperti "rumus" dalam kehidupan manusia di alam raya ini. Koreksi terlebih dahulu apakah ini karena kesalahan diri sendiri. Senantiasa tabah dan bergantung penuhlah pada Sang Khalik pada saat masalah datang. Jika tidak, malah akan terjadi hal-hal yang lebih buruk.
Suatu hari saya teringat kembali pelajaran mekanika dan elektronika di sekolah. Dulu saya harus menghafalkan rumus-rumus secara mentah. Beberapa rumus pendek masih teringat sampai sekarang.
Misalnya, friksi dalam ilmu fisika dan resistansi dalam elektronika menggambarkan bahwa adanya hambatan justru berguna. Bahkan, mutlak harus ada agar rem dapat pakem dan arus listrik tidak terjadi korsleting.
Hambatan dalam hidup, kita memandangnya sebagai suatu masalah yang membebani pikiran, tenaga, dan menghabiskan waktu. Kita berdoa untuk dilancarkan oleh Sang Khalik. Namun, kenyataannya harus ada, meskipun tidak suka sama sekali. Ini bukan berarti kita membuat dan mencari-cari masalah atau hidup askestis (bertarak). Point-nya adalah hambatan tidak dapat dihindari. They're always there, everywhere. Hanya saja besarannya yang berbeda-beda. Berbagai upaya cenderung untuk memperkecil hambatan, tetapi tidak dapat ditiadakan.
Hidup yang lancar memang memberikan kenyamanan dan sensasi yang mengasyikkan, tetapi sedikit pelajaran atau malah tidak ada pelajaran apa-apa di dalamnya. Hanya dari hambatan-hambatanlah manusia cenderung belajar lebih banyak dan lebih serius. Masalah juga dapat berfungsi sebagai rambu-rambu peringatan. Oleh karenanya, semua insan di dunia ini "kena" dengan masalah dan hal ini diijinkan terjadi oleh Sang Khalik. Bukan kejam, tetapi ini sudah seperti "rumus" dalam kehidupan manusia di alam raya ini. Koreksi terlebih dahulu apakah ini karena kesalahan diri sendiri. Senantiasa tabah dan bergantung penuhlah pada Sang Khalik pada saat masalah datang. Jika tidak, malah akan terjadi hal-hal yang lebih buruk.
KOMPUTER TUA
Saya mempunyai sebuah komputer yang sudah berumur 15 tahun. Dahulu saya ingat betul komputer ini termasuk mempunyai spesifikasi yang "jagoan" di jamannya. Namun, lihat kini keadaannya. Sudah tua, pelan, dan boros listrik pula. Ingin rasanya dipensiunkan saja, tetapi belum ada dana untuk menggantinya dengan yang baru. Jadi, tetaplah saya gunakan, meskipun terkadang saya harus kesal dan marah-marah dalam hati karena komputernya berjalan sangat-sangat lambat. Meskipun masih menyala, tetapi sudah tidak sesuai untuk jaman sekarang. It belongs to the past.
Demikian juga ada masanya setiap pribadi mengalami keadaan atau prestasi yang paling prima di dalam hidupnya, tetapi tidak untuk seterusnya. Kita cenderung mengingini dan mengusahakannya terus-menerus. Beberapa orang mencoba mempertahankan kondisi tersebut dengan berbagai inovasi, tetapi segalanya akan menjadi usang dan ditinggalkan. Kedudukan, karir, dan pesona kecantikan, semua ada masa gemilangnya. Perusahaan besar dan yang sudah lama pun tidak selamanya dapat berjaya. Kinerjanya dapat menurun dengan tiba-tiba. Kesuksesannya hanya tinggal sejarah.
Semua di dunia ini tidak kekal. Semua ada masanya. Hanya satu saja yang kekal, Sang Khalik. Oleh karenanya, selama hidup ini taruhlah pengharapan satu-satunya pada Sang Kekal, Sang Khalik, agar dapat terus tekun berjuang, serta tidak kecewa dan putus asa melihat keadaan hidup ini.
Saya mempunyai sebuah komputer yang sudah berumur 15 tahun. Dahulu saya ingat betul komputer ini termasuk mempunyai spesifikasi yang "jagoan" di jamannya. Namun, lihat kini keadaannya. Sudah tua, pelan, dan boros listrik pula. Ingin rasanya dipensiunkan saja, tetapi belum ada dana untuk menggantinya dengan yang baru. Jadi, tetaplah saya gunakan, meskipun terkadang saya harus kesal dan marah-marah dalam hati karena komputernya berjalan sangat-sangat lambat. Meskipun masih menyala, tetapi sudah tidak sesuai untuk jaman sekarang. It belongs to the past.
Demikian juga ada masanya setiap pribadi mengalami keadaan atau prestasi yang paling prima di dalam hidupnya, tetapi tidak untuk seterusnya. Kita cenderung mengingini dan mengusahakannya terus-menerus. Beberapa orang mencoba mempertahankan kondisi tersebut dengan berbagai inovasi, tetapi segalanya akan menjadi usang dan ditinggalkan. Kedudukan, karir, dan pesona kecantikan, semua ada masa gemilangnya. Perusahaan besar dan yang sudah lama pun tidak selamanya dapat berjaya. Kinerjanya dapat menurun dengan tiba-tiba. Kesuksesannya hanya tinggal sejarah.
Semua di dunia ini tidak kekal. Semua ada masanya. Hanya satu saja yang kekal, Sang Khalik. Oleh karenanya, selama hidup ini taruhlah pengharapan satu-satunya pada Sang Kekal, Sang Khalik, agar dapat terus tekun berjuang, serta tidak kecewa dan putus asa melihat keadaan hidup ini.
TITIPAN SAJA
Suatu hari saya dititipkan kakak saya sebuah laptop tua karena dia akan berangkat ke luar negeri. Saya diperbolehkan menggunakannya selama dia bepergian. Saya pun menyalakan dan mencobanya hampir setiap hari dengan antusias. Maklumlah, saya belum pernah mempunyai laptop sebelumnya. Dalam hati kecil terbersit, jangan-jangan laptop ini mau diberikan kepada saya. Baiklah sekarang saya dapat "mengutak-atik" isi laptop ini sesuka hati, seakan-akan ini sudah dalam milik dan kendali kuasa saya sepenuhnya.
Setelah kakak saya kembali, dia pun meminta laptop yang sudah dititipkannya. Saya agak kecewa karena saya sudah terlalu jauh berpikir bahwa laptop tersebut akan diberikan kepada saya. Ternyata tidak. Tidak untuk sekarang.
Dalam hidup ini, kita cenderung berpikir bahwa hidup ini sepenuhnya adalah milik kita dan kita dapat berbuat apa saja sesuka hati karena merasa sudah berdaulat atasnya. Memang benar kehidupan itu adalah pemberian dari Sang Khalik bagi setiap pribadi. Namun, semua itu adalah titipan saja yang dipercayakan pada kita. Akan ada waktunya diambil kembali karena bukan milik kita. Ada jatuh temponya. Tugas kita sekarang adalah menjaganya dengan bertanggung jawab agar ketika diminta kembali oleh Sang Empunya Kehidupan, kita sudah merawat titipan kehidupan tersebut sebaik-baiknya.
Suatu hari saya dititipkan kakak saya sebuah laptop tua karena dia akan berangkat ke luar negeri. Saya diperbolehkan menggunakannya selama dia bepergian. Saya pun menyalakan dan mencobanya hampir setiap hari dengan antusias. Maklumlah, saya belum pernah mempunyai laptop sebelumnya. Dalam hati kecil terbersit, jangan-jangan laptop ini mau diberikan kepada saya. Baiklah sekarang saya dapat "mengutak-atik" isi laptop ini sesuka hati, seakan-akan ini sudah dalam milik dan kendali kuasa saya sepenuhnya.
Setelah kakak saya kembali, dia pun meminta laptop yang sudah dititipkannya. Saya agak kecewa karena saya sudah terlalu jauh berpikir bahwa laptop tersebut akan diberikan kepada saya. Ternyata tidak. Tidak untuk sekarang.
Dalam hidup ini, kita cenderung berpikir bahwa hidup ini sepenuhnya adalah milik kita dan kita dapat berbuat apa saja sesuka hati karena merasa sudah berdaulat atasnya. Memang benar kehidupan itu adalah pemberian dari Sang Khalik bagi setiap pribadi. Namun, semua itu adalah titipan saja yang dipercayakan pada kita. Akan ada waktunya diambil kembali karena bukan milik kita. Ada jatuh temponya. Tugas kita sekarang adalah menjaganya dengan bertanggung jawab agar ketika diminta kembali oleh Sang Empunya Kehidupan, kita sudah merawat titipan kehidupan tersebut sebaik-baiknya.
LABEL
Seseorang dapat bertindak seolah-olah seperti anggapan yang sudah disematkan pada dirinya. Padahal, keadaan sebenarnya tidaklah demikian.
Dulu waktu saya masih di bangku sekolah, teman-teman saya mencap saya "begitu", tetapi sebenarnya saya "begini". Kadang-kadang saya terpaksa bertindak atau bersandiwara seperti "begitu" demi anggpan orang lain yang sudah terlanjur di-"label"-kan pada saya, seolah-olah bahwa saya memang seperti "begitu". Tujuannya hanyalah supaya tidak malu, gengsi, harga diri, atau sekedar memenuhi ekspektasi orang lain.
Gambaran diri seseorang berkembang seiring pengenalan dirinya terhadap Sang Khalik secara pribadi. Di sanalah terletak jati diri yang sejati, yang bukan dibentuk oleh sekedar anggapan atau pendapat orang lain.
Seseorang dapat bertindak seolah-olah seperti anggapan yang sudah disematkan pada dirinya. Padahal, keadaan sebenarnya tidaklah demikian.
Dulu waktu saya masih di bangku sekolah, teman-teman saya mencap saya "begitu", tetapi sebenarnya saya "begini". Kadang-kadang saya terpaksa bertindak atau bersandiwara seperti "begitu" demi anggpan orang lain yang sudah terlanjur di-"label"-kan pada saya, seolah-olah bahwa saya memang seperti "begitu". Tujuannya hanyalah supaya tidak malu, gengsi, harga diri, atau sekedar memenuhi ekspektasi orang lain.
Gambaran diri seseorang berkembang seiring pengenalan dirinya terhadap Sang Khalik secara pribadi. Di sanalah terletak jati diri yang sejati, yang bukan dibentuk oleh sekedar anggapan atau pendapat orang lain.
PERGI BELAJAR
Suatu pagi tiba-tiba terngiang sebuah lagu kanak-kanak di benak saya. Langsung saja lirik lagu itu kembali terangkai dalam alunan nada yang telah membekas di dalam kalbu. Lagu ciptaan Ibu Sud ini sudah menjadi sebuah legenda. Baiklah saya kutip kembali di sini.
Oh, ibu dan ayah, selamat pagi
Ku pergi belajar sampaikan nanti
Selamat belajar, nak, penuh semangat
Rajinlah selalu tentu kau dapat
Hormati gurumu, sayangi teman
Itulah tandanya kau murid budiman
Wah, sejuk sekali mendengar dan mengingatnya lagi. Namun, perangai murid yang budiman di manakah kini? Semakin engkau sulit ditemui dan didapat. Alangkah berharganya anak-anak yang menerapkannya sejak kecil. Mata Sang Khalik tertuju padamu dan kelak engkau akan menjadi seorang dewasa yang berkenan di hadapan-Nya. Biarlah ini selalu menjadi doa bagi generasi muda bangsa Indonesia.
Suatu pagi tiba-tiba terngiang sebuah lagu kanak-kanak di benak saya. Langsung saja lirik lagu itu kembali terangkai dalam alunan nada yang telah membekas di dalam kalbu. Lagu ciptaan Ibu Sud ini sudah menjadi sebuah legenda. Baiklah saya kutip kembali di sini.
Oh, ibu dan ayah, selamat pagi
Ku pergi belajar sampaikan nanti
Selamat belajar, nak, penuh semangat
Rajinlah selalu tentu kau dapat
Hormati gurumu, sayangi teman
Itulah tandanya kau murid budiman
Wah, sejuk sekali mendengar dan mengingatnya lagi. Namun, perangai murid yang budiman di manakah kini? Semakin engkau sulit ditemui dan didapat. Alangkah berharganya anak-anak yang menerapkannya sejak kecil. Mata Sang Khalik tertuju padamu dan kelak engkau akan menjadi seorang dewasa yang berkenan di hadapan-Nya. Biarlah ini selalu menjadi doa bagi generasi muda bangsa Indonesia.
BEKERJA
Dari dahulu sampai sekarang ada saja pekerjaan yang menurut saya sulit dan menjadi beban. Pekerjaan yang seharusnya dapat membuat semangat tiba-tiba dapat berubah menjadi beban yang berat. Bahkan, pekerjaan rumah yang rutin pun dapat menjadi beban untuk dilakukan. Kemalasan dan penundaan memperburuk situasi.
Hakikat manusia sebagai makhluk pekerja secara natural sudah rusak. Manusia yang hanya mau bekerja karena dipicu dan dipacu oleh sesuatu, entah itu uang, jabatan, atau imbalan lainnya, adalah tidak mulia. Biarlah setiap manusia bekerja dengan bertanggung jawab di ladang pekerjaan, sesuai dengan potensi yang telah diberikan oleh Sang Khalik pada kita. Mari bekerja dengan giat. Semoga rahmat anugerah Sang Khalik turun kepada orang-orang yang rajin dan tekun bekerja.
Dari dahulu sampai sekarang ada saja pekerjaan yang menurut saya sulit dan menjadi beban. Pekerjaan yang seharusnya dapat membuat semangat tiba-tiba dapat berubah menjadi beban yang berat. Bahkan, pekerjaan rumah yang rutin pun dapat menjadi beban untuk dilakukan. Kemalasan dan penundaan memperburuk situasi.
Hakikat manusia sebagai makhluk pekerja secara natural sudah rusak. Manusia yang hanya mau bekerja karena dipicu dan dipacu oleh sesuatu, entah itu uang, jabatan, atau imbalan lainnya, adalah tidak mulia. Biarlah setiap manusia bekerja dengan bertanggung jawab di ladang pekerjaan, sesuai dengan potensi yang telah diberikan oleh Sang Khalik pada kita. Mari bekerja dengan giat. Semoga rahmat anugerah Sang Khalik turun kepada orang-orang yang rajin dan tekun bekerja.
MENGAKU-NGAKU
Jangan-jangan saya hanya mengaku-ngaku saja sebagai orang soleh
Jangan-jangan saya hanya mengaku-ngaku saja sebagai orang beribadah
Jangan-jangan saya hanya mengaku-ngaku saja sebagai orang yang menjalankan sedekah
Jangan-jangan.....
Jangan-jangan saya....ditolak oleh Sang Khalik.
Jangan-jangan saya hanya mengaku-ngaku saja sebagai orang soleh
Jangan-jangan saya hanya mengaku-ngaku saja sebagai orang beribadah
Jangan-jangan saya hanya mengaku-ngaku saja sebagai orang yang menjalankan sedekah
Jangan-jangan.....
Jangan-jangan saya....ditolak oleh Sang Khalik.
QUIZ
Jika lingkungan sekitar dan diri sendiri sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, kemungkinan besar seseorang akan membutuhkan Sang Khalik. Pertanyaannya sekarang, jika lingkungan dan seseorang dalam keadaan semua baik, lancar, sehat, berkelimpahan, aman, tenteram, dan damai, apakah seseorang masih merasa membutuhkan Sang Khalik?
Jika Anda ragu-ragu dan samar-samar terbersit "tidak" serta setengah hati untuk menjawab "ya", berarti ada motivasi Anda yang sudah salah. Anda seperti saya, seorang pemberontak.
Jika lingkungan sekitar dan diri sendiri sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, kemungkinan besar seseorang akan membutuhkan Sang Khalik. Pertanyaannya sekarang, jika lingkungan dan seseorang dalam keadaan semua baik, lancar, sehat, berkelimpahan, aman, tenteram, dan damai, apakah seseorang masih merasa membutuhkan Sang Khalik?
Jika Anda ragu-ragu dan samar-samar terbersit "tidak" serta setengah hati untuk menjawab "ya", berarti ada motivasi Anda yang sudah salah. Anda seperti saya, seorang pemberontak.